REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Dokter Palestina mengatakan rumah sakit terbesar di Jalur Gaza sedang berjuang menangani ratusan orang yang terluka dan juga menampung ribuan warga Palestina yang mengungsi akibat perang Hamas-Israel.
"Tingginya jumlah pengungsi tidak lagi tinggal di halaman rumah sakit tetapi juga tinggal di dalam rumah sakit, termasuk di koridor-koridornya," kata lembaga amal yang berbasis di Inggris, Medical Aid for Palestinians, mengutip pernyataan kepala bedah Rumah Sakit Shifa, Dr Abusada, Kamis (2/11/2023).
Ia memperingatkan penyakit dapat menyebar karena kepadatan dan kondisi yang buruk. Abusada mengatakan rumah sakitnya yang kewalahan berjuang untuk merawat lebih dari 800 orang yang terluka, yang sebagian besar menderita luka sedang atau kritis.
"Tim medis sama sekali tidak dapat mengobati semua luka-luka ini, terutama dengan kurangnya obat-obatan," kata Abusada, mengutip blokade Israel atas Gaza dan sedikitnya jumlah kendaraan bantuan yang masuk ke wilayah itu setiap hari.
Sebelumnya Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan generator listrik di rumah sakit utama di Jalur Gaza utara padam pada Kamis pagi. Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahia berada di dekat kamp pengungsi Jabaliya yang padat penduduknya telah menjadi target serangan udara Israel minggu ini.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Ashraf Al-Qudra mengatakan kini rumah sakit tersebut menggunakan generator cadangan yang lebih kecil, tetapi harus mematikan lampu di sebagian besar ruangan, mematikan generator oksigen dan menggunakan tabung oksigen, serta mematikan lemari pendingin kamar mayat.
"Langkah-langkah luar biasa ini akan memungkinkan Rumah Sakit Indonesia untuk bekerja selama beberapa hari," kata Al-Qudra. "Namun, jika kita tidak dapat mengamankan listrik atau bahan bakar maka kita akan menghadapi bencana."
Meskipun beberapa truk bantuan telah memasuki Jalur Gaza yang diblokade sejak perang dimulai bulan lalu, Israel tidak mengizinkan truk-truk tersebut membawa bahan bakar.