REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- UGM bakal melarang dosen killer di lingkungan kampus. UGM disebut-sebut tengah menggodok aturan terkait itu.
Sejumlah mahasiswa UGM menanggapi beragam wacana tersebut. Mahasiswa Fisipol UGM Mirza menyambut baik adanya wacana tersebut.
"Seneng banget ya kalu bener-bener jadi program dan bisa nyata terlaksana," kata Mirza kepada Republika, Kamis (2/11/2023).
Menurutnya di kehidupan perkuliahan mahasiswa kerap kali merasa kesal dengan diri sendiri apabila tidak mampu memahami materi perkuliahan dengan baik. Apalagi ditambah tekanan dosen yang justru menambah beban pikiran.
"Kalau ditambah disinisin dosen bisa nambah overthinking," ucapnya.
Namun demikian ia menilai alangkah lebih bagus jika wacana tersebut tertulis dalam aturan yang jelas. "Biar sah nggak omdo (omong doang) belaka," ungkapnya.
Beda halnya dengan Dimas, mahasiswa magister UGM angkatan 2022. Ia menilai wacana tersebut terlalu subjektif. Sedangkan menurutnya semua aturan harus bersifat objektif.
"Dosen tentu punya banyak karya tulis ilmiah yang objektif tapi mungkin juga ada penelitian yang terkesan subjektif. Meskipun demikian, semua hasil karya tulisnya memiliki standar dan nilai tertentu bukan?" kata Dimas.
Ia menambahkan dari standar dan nilai yang dipercayai seorang pengajar, pasti juga akan membentuk karakter, baik dari sifat, perlakuan terhadap anak didiknya hingga cara berkomunikasi. Sebaliknya, mahasiswa juga punya standar dan nilainya tersendiri.
"Dari lulusan S1 hingga S3, kalau masih mahasiswa memang harus memahami para pengajarnya. Tapi, yang dilupakan oleh mahasiswa adalah analogi buah duren, ada yang suka banget dan ada yang benci banget. Mirip seperti dosen, dengan standar, nilai, karakter dan sifatnya belum tentu semua mahasiswa menyukai gaya ajar beliau," ungkapnya.
Ia menilai proses penerimaan mahasiswa tentu berbeda dengan para dosen yang lebih senior. Mahasiswa dan dosen tumbuh kembang di generasi, lingkungan dan zaman yang sangat kontras. Sehingga menurutnya tidak akan ada titik temu untuk bahasan dosen 'killer' dan bagaimana menengahinya.
"Semua berbalik pada kesadaran mahasiswa dan dosen untuk mau sekaligus mengerti satu sama lain," kata dia.