Jumat 03 Nov 2023 05:00 WIB

Dubes Palestina: Israel Harus Diberi Sanksi Ekonomi

Israel mengabaikan semua tuntutan internasional dan tidak berniat berdamai.

Dutabesar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun bersama sejumlah elemen masyarakat saat mengikuti aksi damai Bela Palestina di Kedutaan Besar Palestina, Jakarta, Kamis (2/11/2023). Aksi yang digelar oleh berbagai elemen masyarakat tersebut sebagai bentuk solidaritas dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam menghadapi konflik
Foto: Republika/Thoudy Badai
Dutabesar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun bersama sejumlah elemen masyarakat saat mengikuti aksi damai Bela Palestina di Kedutaan Besar Palestina, Jakarta, Kamis (2/11/2023). Aksi yang digelar oleh berbagai elemen masyarakat tersebut sebagai bentuk solidaritas dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam menghadapi konflik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun berpendapat bahwa Israel seharusnya diisolasi dari komunitas internasional dan dijatuhkan sanksi secara ekonomi dan politik.

“Saya selalu mengatakan bahwa Israel harus diisolasi, nomor satu. Kedua, sanksi harus diterapkan terhadap Israel secara ekonomi dan politik,” kata Dubes Zuhair dalam acara malam renungan di Kedubes Palestina di Jakarta, Kamis (2/11/2023).

Baca Juga

Acara malam renungan tersebut merupakan bentuk dukungan terhadap Palestina yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).

Zuhair mengatakan bahwa Israel mengabaikan semua tuntutan internasional yang ditujukan pada Israel, “semua inisiatif perdamaian, Israel tidak peduli,” tambahnya.

Dubes Palestina tersebut mengatakan bahwa komunitas internasional yang mengupayakan dan mencari perdamaian harus mengikuti peraturan serta hukum internasional.

Palestina, lanjutnya, masih berharap agar dapat mengakhiri perang dengan Israel dan perbatasan harus dibuka untuk bantuan medis dan lainnya.

Pada kesempatan yang sama, seorang warga Palestina yang turut hadir dalam malam renungan tersebut, Mia Abedrabboh Screpnek, berbagi cerita tentang ayahnya yang diasingkan dari Palestina pada tahun 1967.

“Terjebak di tempat dan waktu yang salah. Ayah saya ditawan oleh tentara Israel dan dipaksa mengambil keputusan untuk meninggalkan negaranya atau dibunuh. Pada usia 16 tahun, ayah saya diasingkan dari kampung halamannya,” kata Mia.

Kesulitan yang dialami oleh ayah Mia yang berpisah dengan seluruh anggota keluarganya merupakan hal tidak bisa dilupakannya seumur hidup.

Mia melanjutkan, tiga hari yang lalu dia menerima telepon dari pamannya yang dirawat di rumah sakit di Gaza.

“Dia menyampaikan permintaan yang paling sederhana, ‘Sayangku,’ dia berkata pada saya, ‘jika aku dapat mengharapkan satu hal saat ini, hal itu adalah sepotong roti dan pakaian bersih,” tutur Mia.

Mia mengatakan, hari ini adalah hari kesepuluh setelah bom jatuh di rumah pamannya dan keluarganya memutuskan untuk berpisah menjadi tiga kelompok agar kesempatan untuk mereka semua untuk tetap hidup semakin besar, menambahkan bahwa dia masih belum mendapat kabar dari mereka selama tiga hari terakhir.

Mia mengatakan bahwa penderitaan dan kesulitan yang dialami oleh keluarganya di Gaza harus menjadi pengingat bahwa perdamaian adalah satu-satunya jalan, dan mendorong untuk komunitas internasional untuk bekerja keras untuk membangun rasa saling memahami.

“Bersama-sama kita dapat membuat perbedaan, dan bersama-sama kita dapat mencegah nasib tragis yang menimpa ayah saya terulang Kembali dalam kehidupan orang lain,” ucap Mia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement