REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris pada Rabu (1/11/2023) mengumumkan pemerintahannya akan mengembangkan strategi nasional untuk melawan Islamofobia di AS.
Langkah ini diambil di tengah meningkatnya gelombang kritik dari warga Muslim Amerika atas dukungan pemerintahan Biden terhadap serangan Israel di Jalur Gaza dan penolakannya untuk gencatan senjata dalam konflik Israel-Hamas.
Gedung Putih dalam pernyataannya mengatakan strategi itu akan dipimpin oleh Dewan Kebijakan Domestik dan Dewan Keamanan Nasional, bekerja sama dengan para pemimpin masyarakat, advokat, anggota Kongres, dan pihak-pihak lainnya untuk melawan Islamofobia dan segala bentuk kebencian di AS.
"Pengumuman hari ini adalah langkah terbaru untuk membentuk kelompok antarlembaga guna meningkatkan dan mengoordinasikan upaya pemerintah AS dengan lebih baik dalam melawan Islamofobia, antisemitisme, dan bentuk-bentuk bias dan diskriminasi lainnya di Amerika Serikat," kata juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre dalam sebuah pernyataan.
"Kami akan terus berupaya untuk memastikan setiap warga Amerika memiliki kebebasan untuk menjalani hidup mereka dengan aman dan tanpa rasa takut terhadap cara mereka berdoa, apa yang mereka yakini, dan siapa mereka," ujarnya.
Taking on hate is a national priority.
Today, @POTUS and I are announcing the country's first National Strategy to Counter Islamophobia.
This action is the latest step forward in our work to combat a surge of hate in America. pic.twitter.com/pxZAn7RymY
— Vice President Kamala Harris (@VP) November 1, 2023
Sebelumnya, Joseph Czuba (71 tahun) didakwa dalam kasus penikaman yang menewaskan Wadea Al-Fayoume, seorang anak laki-laki Muslim Amerika keturunan Palestina berusia 6 tahun dan melukai ibunya pada 14 Oktober 2023. Pihak berwenang mengatakan para korban dijadikan sasaran karena beragama Islam. Pelaku disebut melakukan aksinya untuk menanggapi perang Israel-Hamas.
Sementara itu, perang Israel dan Hamas masih terus berlangsung sejak kelompok militan Palestina itu melancarkan serangan mendadak terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan lebih dari 8.000 warga Palestina, termasuk setidaknya 3.600 anak-anak gugur akibat serangan Israel sejak 7 Oktober. Hal ini memicu protes besar-besaran di seluruh dunia hingga kecaman dari berbagai negara.
Kementerian tersebut mengatakan setidaknya 195 warga Palestina tewas dalam serangan Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia pada Rabu (1/11/2023). AS sejauh ini selalu menolak membahas gencatan senjata atas perang Israel-Hamas karena dianggap hanya akan menguntungkan Hamas. Gedung Putih menyatakan gencatan senjata bukanlah solusi yang tepat.