REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Syaifullah Tamliha, mengatakan bahwa putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bisa saja membuka terealisasinya pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket terhadap MK. Apalagi jika MK memutuskan bahwa hakim konstitusi melanggar kode etik.
"Kalau MKMK ternyata ada temuan, ada pertemuan-pertemuan yang diatur dari awal, diskenario dari awal oleh Presiden, itu bisa digunakan hak angket," ujar Tamliha di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Pembentukan Pansus hak angket harus berdasarkan urgensi dan memenuhi syarat. Syarat penggunaan hak angket ini diatur dalam Pasal 199 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
Dalam Pasal 199 Ayat 1 berbunyi, "Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi".
Hak angket adalah upaya untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak menyatakan pendapat juga merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan hak angket.
Jika hakim konstitusi memutuskan hakim MK melanggar kode etik, tentu putusan terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) akan kembali dikritisi. Sebab, ada hal-hal yang dilanggar sebelum pengambilan putusan tersebut.
"Artinya ada moral hazard untuk memasukkan anak presiden menjadi wakil presiden, itu bisa jadi (hak angket)," ujar Tamliha.
Diketahui, Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu menginterupsi Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024. Dalam interupsinya, ia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini yang dipermainkan oleh pragmatisme politik.
Menurutnya, putusan MK terkait syarat menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada 16 Oktober lalu telah menciderai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Tak segan, ia menyebut MK saat ini menjadi bagian dari tirani politik.
"Konstitusi adalah roh dan jiwa semangat semua bangsa, tapi apa hari ini yang terjadi, ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya itu adalah tirani konstitusi," ujar Masinton dalam interupsinya di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Sebagai anggota DPR, ia menggunakan haknya untuk mengusulkan pembentukan panitia khusus (Pansus) hak angket terkait MK. Ia ingin MK sebagai penjaga konstitusi tak diinjak-injak marwahnya hanya demi kepentingan tirani.
"Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak. Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR," ujar Masinton.
"Saya Masinton Pasaribu anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta IV menggunakan hak konstitusional saya untuk melakukan hak angket terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi. Kita tegak lurus terhadap konstitusi," katanya menegaskan.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook