Jumat 03 Nov 2023 09:37 WIB

Genosida Israel di Palestina Bikin Ekonomi AS Ketar-Ketir, Ekonom: Bisa Resesi

Harga minyak diperkirakan bisa melonjak hingga 50 persen.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Lida Puspaningtyas
Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Foto: AP Photo/Susan Walsh
Presiden Amerika Serikat Joe Biden.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Nouriel Roubini mengatakan ancaman kemerosotan ekonomi terus membayangi Amerika Serikat (AS). Ekonom berusia 64 tahun yang juga dikenal sebagai Dokter Doom atau Dokter Kiamat setelah memprediksi krisis keuangan 2008-2009 ini mengungkapkan alasannya. 

"AS menghadapi dua risiko yang dapat mendorong perekonomian ke dalam resesi. Meski pertumbuhan ekonomi dan pasar tenaga kerja kuat, namun risiko resesi masih ada di AS," ujar Roubini seperti dilansir dari businessinsider pada Jumat (3/11/2023).

Baca Juga

Untuk risiko pertama, Roubini menyampaikan, pertumbuhan PDB tetap tinggi, sementara inflasi inti tetap tinggi. Hal ini akan menyebabkan The Fed menaikkan suku bunga lebih tinggi.

"Sebuah langkah yang dapat memperketat kondisi keuangan dan mendorong AS ke dalam resesi," ucap Roubini. 

Risiko kedua, lanjut dia, potensi meluasnya genosida Israel di Palestina terhadap produsen minyak dunia seperti Iran. Roubini mengatakan hal ini dapat menyebabkan harga minyak melonjak hingga 50 persen dan berpotensi menyebabkan guncangan stagflasi seperti 1970-an yang berujung pada resesi. 

"Oleh karena itu, kita tidak bisa mengesampingkan resesi jangka pendek dan dangkal pada tahun depan, karena saat ini kemungkinannya lebih kecil dibandingkan resesi lunak," ucap Roubini. 

Roubini menyampaikan peningkatan ekskalasi serangan di Palestina juga berpotensi membuat jatuhnya pasar saham. Roubini memperingatkan imbal hasil obligasi bisa anjlok karena investor berbondong-bondong beralih ke aset-aset safe haven seperti treasury AS atau surat utang AS.

"Pasar keuangan, baik itu pasar minyak, obligasi, pasar saham, dan bahkan emas, meremehkan kemungkinan konflik ini akan menjadi regional. Saya pikir kemungkinannya cukup tinggi," sambung Roubini. 

Meskipun The Fed membuka pintu bagi kemungkinan kenaikan suku bunga di masa depan, sebagian besar investor tampaknya berpikir siklus kenaikan suku bunga sudah berakhir. CME FedWatch memperkirakan hanya 20 persen-25 persen investor yang meyakini  The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin lagi pada kuartal pertama 2024.

Ekonom lain juga telah memperingatkan risiko resesi, meskipun perekonomian dan pasar saham cukup tangguh sepanjang tahun ini. Societe Generale menyebut tiga tanda peringatan perekonomian AS melambat, meski punya kinerja yang cukup mengesankan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement