REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Misi Pengamat Permanen Palestina untuk PBB di Jenewa mengaku terkejut dengan “tiadanya tindakan dari komunitas internasional” terhadap meningkatnya kekerasan di Gaza sejak 7 Oktober.
"Kami terkejut oleh lambannya komunitas internasional dalam menghadapi perang didasari hasutan ini," kata Dima Asfour, sekretaris pertama misi tersebut dalam konferensi pers di Jenewa.
Asfour mengkritik sejumlah negara Barat yang mendukung Israel.
"Di Barat, secara umum, kami melihat pemerintah-pemerintah satu sama lain berlomba menjadi siapa yang mau memberikan dukungan politik, militer, dan diplomatik paling banyak kepada Israel ketika Israel terus melakukan pembersihan etnis rakyat Palestina seperti yang sudah dilakukannya sejak 1948," ujar dia.
"Hukum internasional tegas-tegas menyebut adanya aturan yang dilanggar berat oleh Israel," kata dia.
Dia menilai kredibilitas aturan tersebut bergantung pada bagaimana negara-negara menerapkannya dalam kondisi apa pun, bukan karena demi nyaman atau bermanfaat secara politik.
"Ini sungguh situasi yang berbahaya. Aturan-aturan itu membutuhkan kepemimpinan yang serius dan bertanggung jawab,” ujarnya. “Tidak ada pejabat pemerintah yang tak ingin dimintai pertanggungjawaban dalam pembunuhan masal warga sipil Palestina."
Tentara Israel memperluas serangan udara dan daratnya di Jalur Gaza sejak serangan udara tanpa henti menyusul serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober. Hampir 10.600 orang tewas dalam konflik tersebut, termasuk setidaknya 9.061 warga Palestina dan 1.538 warga Israel.
Selain itu, pasokan bahan pokok bagi 2,3 juta penduduk di Gaza semakin menipis karena diblokade Israel.