REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky mengatakan bahwa produk domestik bruto (PDB) Indonesia diperkirakan akan tumbuh 5,0- 5,1 persen year on year (yoy) pada akhir 2023. Salah satunya ditopang belanja menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Pemilu yang akan diselenggarakan dalam beberapa bulan mendatang, akan berdampak terhadap aktivitas ekonomi sektoral karena meningkatkan aktivitas sektor administrasi publik akibat peningkatan belanja sosial serta penyelesaian proyek infrastruktur dan strategis nasional,” ujar Riefky dalam kajian Indonesia Economic Outlook 2024 berjudul 'Transisi Politik di tengah era Higher for Longer' di Jakarta, Jumat (3/11/2023).
Alokasi belanja menjelang pemilu tersebut, menurutnya, sudah terlihat sejak kuartal II 2023, yang mana sektor pemerintahan dan administrasi publik tumbuh pesat hingga 8,15 persen (yoy) dibandingkan hanya 2,09 persen (yoy) pada kuartal I 2023.
Selain itu, sektor konstruksi juga tumbuh signifikan dari hanya 0,32 persen (yoy) pada kuartal I 2023 menjadi 5,23 persen (yoy) pada kuartal II 2023.
“Periode menjelang pemilu juga akan mendorong konsumsi domestik, perdagangan secara umum, serta belanja untuk komunikasi, media, dan periklanan,” kata Riefky.
Ia menyebut berbagai data perekonomian Indonesia hingga kuartal III 2023 telah menunjukkan capaian yang positif sehingga akan menopang pertumbuhan ekonomi nasional pada sisa 2023.
Data tersebut di antaranya realisasi investasi yang meningkat 7,0 persen (yoy) menjadi Rp374,4 triliun dan neraca perdagangan tercatat surplus 3,42 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada kuartal III 2023.
Selain itu, data inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) terakhir per Oktober 2023 masih terjaga di level 2,56 persen (yoy), atau berada di kisaran target Bank Indonesia (BI) yang sebesar 3 plus minus 1 persen.
Ia memproyeksikan penyaluran kredit akan tumbuh lebih tinggi pada akhir 2023, mengingat per September 2023 kredit telah tumbuh 8,96 persen (yoy), serta dana pihak ketiga (DPK) telah tumbuh 6,54 persen (yoy).
Meski demikian, di sisi lain dari mancanegara, Riefky mengingatkan bahwa perlambatan permintaan global ditambah kebijakan moneter ‘higher-for-longer’ bank sentral di dunia telah mendorong arus modal keluar dari berbagai negara berkembang termasuk Indonesia, sehingga menyebabkan depresiasi pada nilai tukar rupiah.
Menurut dia, hal tersebut berpotensi melemahkan sektor manufaktur pada sisa 2023, mengingat ekspor Indonesia sangat bergantung pada harga komoditas global, serta profil impor Indonesia yang didominasi oleh bahan baku dan barang modal.
“Menjaga stabilitas tingkat kepercayaan konsumen, tingkat harga, dan nilai tukar menjadi kunci utama untuk meredam dampak negatif pada performa sektoral dalam negeri,” ujar Riefky.