REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Dunia sedang menghadapi banyak tantangan lingkungan yang semakin mengancam kesehatan dan kesejahteraan planet bumi dan penghuninya. Perubahan iklim, yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca, merupakan penyebab utama kenaikan suhu global, kejadian cuaca yang lebih ekstrem, dan hilangnya ekosistem dan spesies. Pencemaran yang terjadi baik berupa pencemaran udara, air, dan tanah juga telah menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Salah satu upaya mencegahnya dengan menerapkan ekonomi sirkular. Pasalnya konsep ekonomi sirkular memungkinkan limbah hasil produksi diolah kembali hingga bisa menjadi energi baru untuk proses produksi selanjutnya.
Demikian diungkap Elpido, salahsatu narasumber dari Perusahaan pengolah limbah B3 PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) dalam Konferensi Internasional Teknologi dan Manajemen Lingkungan (EMTC) 2023 yang berlangsung di Bali, 1-3 November 2023.
Dikatakannya konsep ekonomi sirkular bukan hanya melahirkan energi terbarukan namun juga mampu menjaga kelestarian lingkungan dan bahaya yang timbul akibat pencemaran lingkungan oleh limbah berbahaya yang dihasilkan oleh dunia industri.
"PPLI mendukung konsep sirkular ekonomi dimana PPLI mengurangi pemakaian bahan-bahan alam, seperti pengolahan air limbah dan penggunaan kembali, selaras dengan semangat energi terbarukan dimana pengurangan pengambilan sumber daya alam air tanah yang telah digantikan dengan air limbah yang telah diproses", imbuhnya.
Ia mengungkapkan pihaknya telah lama gunakan teknologi sistem distilasi vakum untuk mengolah limbah yang memilki kandungan ion terlarut tinggi, biasanya ditemukan di berbagai industri seperti migas.
Dalam kesempatan tersebut, PPLI sebagai industri pengolahan limbah B3 yang lebih dari 30 tahun berkecimpung dalam industri limbah memaparkan tentang teknologi pengolahannya yang kian maju saat ini. "Sejumlah teknologi yang dikembangkan PPLI diantaranya insinerator yang ramah lingkungan serta fasilitas pengolahan limbah PCBs," ungkapnya.
EMTC 2023 yang sudah digelar ke tujuh kalinya ini juga menyoroti hilangnya habitat, yang disebabkan oleh urbanisasi, penggundulan hutan, dan faktor-faktor lainnya, mengancam keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem serta penipisan sumber daya energi, khususnya sumber daya tak terbarukan seperti bahan bakar fosil dan mineral, menimbulkan risiko ekonomi dan geopolitik.
Tantangan-tantangan ini rumit dan saling berhubungan serta memerlukan tindakan segera untuk memitigasi dampaknya. Bencana ini juga bersifat global, mempengaruhi komunitas dan ekosistem lintas batas dan benua.
Pemerintah, dunia usaha, dan organisasi masyarakat sipil menyadari perlunya mengatasi tantangan-tantangan ini dan sedang mengembangkan teknologi inovatif dan solusi manajemen untuk mengurangi dampaknya.
Demikian diungkapkan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Reini Wirahadikusuma, PhD saat membuka konferensi internasional yang diikuti jumlah stakeholder dari 7 negara.
Hadir dalam konferensi tersebut sejumlah narasumber diantaranya Prof.Chih-Chieh Chen dari Institut Ilmu Pengetahuan Lingkungan dan Kesehatan Kerja, Universitas Nasional Taiwan dan Presiden Majelis Penelitian Aerosol Asia, Taiwan, Prof. Kenichi Tonokura dari Departemen Sistem Lingkungan, Graduate School of Frontier Sciences, The University of Tokyo, Jepang, Prof. Ya-Fen Wang selalu Wakil Menteri Administrasi Perlindungan Lingkungan Taiwan, Prof. Eiji Haramoto (Dr. Eng)
Dari Pusat Interdisipliner Lingkungan Daerah Aliran Sungai, Fakultas Pascasarjana Penelitian Interdisipliner, Universitas Yamanashi, Jepang serta Prof. Thammarat Koottatep dari
Program Teknik dan Manajemen Lingkungan, Asian Institute of Technology, Thailand