REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) menolak mengomentari serangan Israel ke kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza yang membunuh hampir 200 orang. Washington pun enggan memberikan penilaian apakah serangan tersebut dibenarkan berdasarkan hukum perang.
“Saya tidak dalam posisi untuk mengatakan itu benar atau tidak,” ujar Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby ketika ditanya dalam pengarahan pers tentang apakah kamp pengungsi Jabalia merupakan target sah serangan Israel, Kamis (2/11/2023), dikutip laman Middle East Monitor.
Kirby justru meminta agar pertanyaan itu diajukan kepada Israel. “Ini adalah operasi mereka, dan mereka, hanya mereka, yang dapat menentukan keputusan penargetan melalui cara mereka menjalankan operasi,” ujarnya.
“Apa yang akan kami lakukan adalah memastikan bahwa mereka (Israel) memiliki alat dan kemampuan, termasuk perspektif dan pembelajaran yang kami peroleh dalam peperangan semacam ini saat mereka mengambil keputusan operasional karena mereka mendapat ancaman sah dari Hamas, sebuah organisasi yang ingin menghapus mereka dari peta,” kata Kirby.
Dia menambahkan bahwa AS akan berusaha membantu Israel agar tak menyasar warga sipil dalam serangannya ke Gaza. Israel meluncurkan serangan udara ke kamp pengungsi Jabalia selama dua hari berturut-turut pada Selasa dan Rabu lalu. Tel Aviv mengklaim serangannya menargetkan seorang komandan Hamas.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, serangan ke kamp pengungsi Jabalia membunuh sedikitnya 195 orang dan melukai lebih dari 770 lainnya. Pada Kamis lalu, para ahli PBB mengatakan, serangan Israel ke kamp Jabalia adalah pelanggaran terang-terangan hukum internasional. Mereka menilai, peristiwa itu pun bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.
Jumlah warga Gaza yang terbunuh akibat serangan Israel kian melambung. Hingga Kamis lalu, korban meninggal sejak dimulainya agresi Israel pada 7 Oktober 2023 lalu telah melampaui 9.000 jiwa.
“Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan, 9.025 orang terbunuh di Jalur Gaza, lebih dari 73 persen di antaranya adalah anak-anak, perempuan, dan lansia sejak agresi dimulai pada 7 Oktober. Lebih dari 22 ribu orang terluka,” tulis kantor berita Palestina, WAFA, dalam laporannya.