Jumat 03 Nov 2023 17:06 WIB

Dinkes Jabar Sebut Belum Ada Pelaporan Kasus Baru Cacar Monyet

Dinkes Jabar meyakini kasus hanya ada di Bandung dan Karawang

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas kesehatan menyosialisasikan penyakit cacar monyet kepada masyarakat.
Foto: Antara/Sulthony Hasanuddin
Petugas kesehatan menyosialisasikan penyakit cacar monyet kepada masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kasus warga Jawa Barat yang terinfeksi monkeypox atau cacar monyet menunjukkan trend positif, hingga Kamis 2 November 2023 lalu, jumlah kasus positif dua. Serta, satu kasus negatif. 

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jabar Rd Vini Adiani Dewi, berdasarkan info yang dari tim surveilance, tidak ada pelaporan baru. Dari dua warga Jabar yang positif dinyatakan monkeypox, yang satu yaitu warga Kota Bandung masih dirawat. Kemudian, warga Karawang sudah dinyatakan sembuh. Sementara di Bogor dinyatakan negatif. 

"Nah kalau yang di Bogor negatif, total di Jabar dua, Bandung, dengan yang di Karawang. tidak ada kasus baru, jangan sampai ada," ujar Vini, Jumat (3/11/2023).

Sedangkan tracing atau pelacakan kasus, kata dia, dilakukan kepada yang berkontak dengan dua pasien atau warga yang positif monkeypox. Pelacakan dilakukan dalam keluarga pasien. 

"Ini sudah dilakukan, contohnya di Karawang itu kami sudah lakukan konfirmasi ke Dinkes Karawang, hampir 21 hari ini sudah tidak ada laporan bahwa keluarga itu mengalami penyakit mpox," katanya. 

Terkait penularan pada anak kecil, Vini mengatakan, Cacar monyet tidak semudah penularan Covid. Yang tertular pernah ada kontak erat dulu, yang utama yang sedang menurun daya tahan tubuh.

"Jadi kalau diperhatikan seperti keluarga di Karawang itu sehat-sehat saja, mungkin daya tahan tubuhnyya bagus. Seperti cacar air, mungkin karena ini virus. sebetulnya penyakit ini sembuh sendiri. tetapi karena 1, masa rentang sakitnya panjang, jadi kedisiplinan pasien ini penting," paparnya. 

Menurut Vini, cacar monyet sangat menular, bisa dari droplet, bersentuhan saja bisa kena. Termasuk dari sisa-sisa kulit mati penderita juga kena. 

"Pegang (kulit mati) itu terus makan atau pegang mata kita itu bisa tertular, tapi tadi, kalau dilakukan PHBS, dan daya tahan tubuh bagus, itu tidak cepat tertular, karena virus ini sembuh sendiri," katanya.

Di satu sisi, kata Vini, dalam penyembuhan memerlukan waktu hingga 28 hari.  Orang jenuh karena lama sembuhnya apalagi kalau sudah biasa bekerja. 

"Jadi masalah ketika sakit, penyembuhan kurang lebih 21-28 hari, tidak bisa beraktivitas, ekonomi terganggu. Makanya diisolasi di rumah sakit penyebabnya itu," katanya.

Dulu, kata dia, Covid 19 bisa menyebabkan kematian. Tapi kalau ini, penularan cepat, penyembuhan lama, jadi tingkat kedispilinan kurang. Kalau di rumah terus pasti jenuh, ini dikhawatirkan menularkan ke mana-mana.

"Kalau keep di RS, dia akan diam, semoga saat dia sembuh, semua penularannya berhenti, dan di Indonesia tidak ada lagi, seperti tahun kemarin, ada kasus tetapi tidak berkepanjangan. Tidak ada dampak buruk, hanya saja daya sembuh lama dan penularan cepat," paparnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement