Jumat 03 Nov 2023 22:04 WIB

Pengamat Paparkan Alasan Mengapa Anwar Usman Layak Dicopot

Dedi juga menilai Anwar Usman layak diproses hukum.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman hadir dalam acara pelantikan anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Aula Gedung II MK, Jakarta, Selasa (24/10/2023). Mahkamah Konstitusi (MK) telah membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). MKMK beranggotakan tiga orang terdiri dari Wahiduddin Adams (unsur Hakim Konstitusi), Jimly Asshiddiqie (unsur Tokoh Masyarakat) dan Bintan R. Saragih (unsur akademisi berlatar belakang bidang hukum). Merujuk Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, MKMK adalah perangkat yang dibentuk MK untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, dan martabat. Selain itu, MKMK dibentuk untuk menjaga Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman hadir dalam acara pelantikan anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Aula Gedung II MK, Jakarta, Selasa (24/10/2023). Mahkamah Konstitusi (MK) telah membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). MKMK beranggotakan tiga orang terdiri dari Wahiduddin Adams (unsur Hakim Konstitusi), Jimly Asshiddiqie (unsur Tokoh Masyarakat) dan Bintan R. Saragih (unsur akademisi berlatar belakang bidang hukum). Merujuk Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, MKMK adalah perangkat yang dibentuk MK untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, dan martabat. Selain itu, MKMK dibentuk untuk menjaga Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyoroti soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas minimal usia capres-cawapres. Dedi menilai Ketua MK Anwar Usman layak dicopot dari jabatannya. Selain itu Anwar juga dinilai layak diproses hukum. 

Dedi kemudian mendasarkan pandangannya pada beberapa argumen yang menunjukkan pelanggaran krusial dalam putusan MK tersebut. Pertama, hakim yang miliki relasi langsung dengan materi gugatan seharusnya tidak ikut dalam merumuskan putusan.

Kedua, MK tidak miliki wewenang mengubah, menambah, maupun mengurangi naskah UU. MK hanya bisa membatalkan UU dan mengembalikan keputusan hukum ke DPR RI. 

"Sehingga MK layak disebut merusak konstitusi, bahkan hakim yang ikut mengubah UU layak disebut kriminal," kata Dedi dalam keterangannya, Jumat (3/11/2023).

Ia juga berpandangan kehidupan demokrasi berada di ujung tanduk usai putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas minimal usia capres-cawapres. Menurutnya putusan MK itu membuka jalan bagi tumbuh suburnya nepotisme. Lebih parah lagi, MK dinilai telah merusak tatanan bernegara.

"Demokrasi tentu terganggu, lahirnya politik dinasti, suburnya nepotisme," ucapnya.

"Soal imbas putusan itu yang membuka potensi nepotisme, itu hanya bagian kecil, bagian besarnya adalah MK telah merusak tatanan yudikatif. Kerusakan ini bukan soal politik, tetapi tatanan negara ikut keropos," kata dia menambahkan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement