REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- India berupaya meningkatkan produksi minyak nabatinya. Diproyeksikan, produksi itu akan meningkat dari 34 juta ton menjadi 45 sampai 48 juta ton. Sementara, konsumsi permintaan India terhadap minyak nabati akan berada di sekitar 30-32 juta ton. Disebutkan, selama ini permintaan tersebut terus naik.
Executive Director The Solvent Extractor's Association (SEA) of India BV Mehta mengatakan, minyak kelapa sawit penting bagi India guna menjembatani gap antara permintaan dan suplai. Baik dari impor maupun domestik.
Maka, untuk menjamin Programme for Palm Oil, SEA of India sudah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Indonesian Palm Oil Board dan Malaysian Palm Oil Board. Ia menyebutkan, ada beberapa tantangan terhadap aspek keberlanjutan pada sektor minyak kelapa sawit di India. Di antaranya beragam standar keberlanjutan, rendahnya kesadaran terhadap pentingnya keberlanjutan, dan fluktuasi harga pasar.
"Saya menyarankan agar Indonesia dan Malaysia menurunkan pajak ekspor 2 persen atau 20 dolar AS atau 30 dolar AS per ton untuk proses produksi minyak kelapa sawit yang telah memenuhi ISPO atau MSPO," kata Mehta dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023 and 2024 Price Outlook di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (3/11/2023).
Dengan begitu, lanjutnya, diharapkan pembeli dan penjual minyak kelapa sawit akan berusaha memenuhi persyaratan yang ada. Menurutnya, insentif moneter yang diberikan juga akan penting dalam mempromosikan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dan Malaysia Sustainable Palm Oil (MSPO).
Sebagai informasi, SEA of India merupakan asosiasi dalam bidang minyak nabati terbesar di India. Asosiasi itu memiliki 700 anggota yang tersebar di berbagai daerah di India.
SEA of India bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan seperti pengusaha, pemerintah, pembuat kebijakan, dan berbagai organisasi global. Kerja sana itu untuk mendorong perdagangan minyak nabati serta perkembangan industri.