REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memastikan akan menerapkan kebijakan makroprudensial longgar. Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan, hal tersebut dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Perry menuturkan kebijakan tersebut akan diperkuat.
"Ini dengan mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar nol persen. Selain itu juga mempertahankan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94 persen," kata Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (3/11/2023).
Perry menambahkan, BI juga melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit atau pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100 persen untuk semua jenis properti termasuk rumah tapak, rumah susun, dan ruko atau rukan. Pelonggaran tersebut diberikan bagi bank yang memenuhi kriteria NPL atau NPF tertentu yang berlaku efektif 1 Januari hingga 31 Desember 2024.
Dia menjelaskan, BI juga melanjutkan pelonggaran ketentuan uang muka kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit nol persen. "Ini untuk semua jenis kendaraan bermotor baru, untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko berlaku efektif 1 Januari hingga 31 Desember 2024," jelas Perry.
Perry memastikan, BI juga melonggarkan likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 basis poin (bps) dari enam persen menjadi lima persen untuk Bank Umum Konvensional (BUK). Penurunan tersebut dengan fleksibilitas repo sebesar lima persen dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 4,5 persen menjadi 3,5 persen untuk Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah (BUS/UUS) dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5 persen.
Perry memastikan, penurunan tersebut juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan. Khususnya dalam penyaluran kredit atau pembiayaan dan mendorong pendalaman pasar keuangan berlaku mulai 1 Desember 2023.
"BI juga memperkuat pendalaman kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi," ucap Perry.
Perry menegaskan, BI memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit atau pembiayaan perbankan melalui implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Khususnya kepada sektor-sektor prioritas, termasuk hilirisasi (minerba, pertanian, perkebunan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), dan pariwisata ekonomi kreatif, UMKM, KUR, Mikro, dan hijau bagi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang mulai berlaku pada 1 Oktober 2023.