REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, pada hari Jumat (3/11/2023), mengecam penargetan Israel terhadap tiga rumah sakit di Jalur Gaza, yaitu Kompleks Medis Al-Shifa, Kompleks Medis Al-Quds, dan Rumah Sakit Indonesia.
Dalam sebuah pernyataan, Haniyeh mengecam penargetan rumah sakit yang terorganisir, yang terbaru adalah penargetan hari ini terhadap para korban luka di pintu masuk Rumah Sakit Al-Syifa.
Kementerian Kesehatan di Gaza mengumumkan pada hari Jumat sebelumnya bahwa 13 orang Palestina meninggal dunia dan 26 lainnya terluka dalam pemboman Israel yang menargetkan ambulans di depan Kompleks Medis Al-Shifa.
"Pembantaian ini adalah ekspresi dari kesulitan yang dialami penjajah dan pasukan daratnya. Karena mereka menerima serangan perlawanan beruntun," kata Haniyeh.
"Kebrutalan ini, yang bertepatan dengan kunjungan baru Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke Israel, adalah hasil dari lampu hijau dan perlindungan terbuka yang diberikan AS kepada penjajah, dengan tingkat tantangan terhadap semua nilai kemanusiaan dan hukum internasional," tambahnya.
Haniyeh meminta Mesir untuk membuka penyeberangan Rafah sepenuhnya dan mengabaikan segala pertimbangan yang menghalangi hal ini. Haniyeh juga menyerukan kepada komunitas Arab dan Islam untuk terus mengekspresikan kemarahan mereka, dan kepada komunitas internasional untuk memikul tanggung jawab kemanusiaan, moral, dan politiknya dengan mengakhiri kejahatan perang.
Dalam pernyataan lain, Hamas menyebut pemboman tiga rumah sakit tersebut sebagai "pembantaian". Gerakan Palestina menyatakan bahwa Amerika Serikat dan pemerintah negara-negara Barat yang mendukung Israel "bertanggung jawab penuh."
Tentara Israel telah memperluas serangan udara dan daratnya di Jalur Gaza, yang telah berada di bawah serangan udara tanpa henti sejak serangan mendadak oleh Hamas pada 7 Oktober.
Lebih dari 10.700 orang telah gugur dalam konflik Israel-Hamas tersebut, termasuk setidaknya 9.240 warga Palestina dan lebih dari 1.538 warga Israel.