REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai BUMN Holding Industri Aviasi adan Pariwisata yakni PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau yang kerap dikenal Injourney masih belum memiliki sub holding operator penerbangan. Dalam industri aviasi, baru PT Angkasa Pura (AP) I dan II yang sudah berada di bawah naungan Injourney.
Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya sudah blak-blakan mengenai rencananya menggabungkan Pelita Air ke dalam Garuda Indonesia. Sebab saat ini Indonesia memeiliki maskapai pelat merah Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air. Hanya saja, Pelita Air masih menjadi anak usaha dari PT Pertamina (Persero).
Namun ternyata, ada kemungkinan hasil akhirnya Pelita Air bukan bergabung dengan Garuda Indonesia Group. Pembahasan semakin mengerucut, ketiganya akan bergabung di bawah sub holding Injourney yang akan fokus dalam industri penerbangan nasional.
"Jadi nanti Pelita Air akan di bawah nauangan Injourney nantinya. Jadi semua (Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air) akan di bawah naungan Injourney," kata Direktur Utama Citilink Dewa Rai, Kamis (2/11/2023).
Dewa menjelaskan, nantinya akan terjadi inklusi penggabungannya di dalam wadah holding aviasi Injourney. Sebab saat ini, Injourney memiliki beberapa sub holding yakni bandara, maskapai, destinasi, dan sebagainya.
"Maskapai yang ada di bawah BUMN ini akan tergabung di dalam sub holding aviasi," tutur Dewa.
Dewa menjelaskan, ketiga maskapai nantinya akan tetap beroperasi sesuai kelasnya masing-masing. Garuda Indonesia akan berada pada segmen market full service, Pelita Air pada medium service, dan Citilink tetap pada segemen low cost carrier.
"Jadi yang menjadi corcern Kementerian BUMN adalah bagaimana ketiga brand ini bisa benar-benar menentukan segmen marketnya masing-masing. Sehingga diharapkan bisa meng-cover seluruh segmen market yang ada," ungkap Dewa.
Dewa menuturkan, Kementerian BUMN saat ini menargetkan pada akhir tahun ini atau kuartal I 2024 proses penggabungan bisa selesai. Sebab saat ini masuknya Garuda Indonesia Group ke dalam Injourney juga masih dalam proses.
"Kami sebagai maskapai mendukung penuh. Sekarang pembicaraanya sangat serius di tingkatan Injourney dan Kementerian BUMN. Mudah-mudahan akan selesai di timeline yang ditentukan," ucap Dewa.
Sementara itu, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra memastikan proses penggabungan memang masih dalam proses. Untuk itu, Irfan belum bisa berbicara banyak mengenai tahapan-tahapan penting bergabungnya Pelita Air, Citilink, dsn Garuda Indonesia di bawah Injourney.
Irfan menyebut, hingga saat ini pembahasan belum memasuki tahapan finalisasi. "Ini masih dalam tahap pembicaraan dan bentuknya seperti apa masih dalam beberapa kemungkinan. Mudah-mudahan sih bisa selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama atau akhir tahun ini," ujar Irfan.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan rencana penggabungan Pelita Air dengan Garuda Indonesia berkaitan dengan dengan kondisi industri penerbangan di tanah air. Sebagai gambaran, Erick menyampaikan Amerika Serikat (AS) dengan 303 juta penduduk memiliki 7.200 pesawat, sementara Indonesia dengan 280 juta penduduk hanya mempunyai sekitar 500 pesawat.
"Perlu dicatat, kita negara kepulauan, kalau 10 persennya (AS) berarti harus punya 720 pesawat. Kondisinya saat ini total pesawat di Indonesia sekitar 500 lebih, belum kembali seperti sebelum pandemi Covid-19," ujar Erick saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Erick menyampaikan kehadiran Pelita Air saat itu merupakan bentuk antisipatif akan kegagalan restrukturisasi Garuda Indonesia. Erick menyampaikan Pelita Air hanya memiliki 12 pesawat dan didorong bertambah hingga 20 pesawat.
Sedangkan Garuda saat ini mempunyai 60 pesawat, dan Citilink sebanyak 50 pesawat. Total jumlah maskapai pelat merah ketika digabungkan hanya 140 pesawat atau masih lebih sedikit dari kondisi sebelum pandemi yang sebanyak 170 pesawat atau 35 persen dari total pesawat di Indonesia, 65 persen lainnya berasal dari swasta.
"Artinya walaupun digabungkan kita tetap 35 persen ini. Kenapa kita inisiasi harus digabungkan karena tadi, Pelita Air lahir karena ada ketakutan restrukturisasi Garuda gagal," ucap Erick.