REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna angkat bicara atas munculnya desakan agar Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) membatalkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia minimum capres-cawapres. Palguna menegaskan, MKMK tidak berwenang membatalkan putusan tersebut.
"MKMK tidak boleh memasuki putusan MK. Wewenang MKMK adalah berkenaan dengan (dugaan) pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama," kata Palguna kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (4/11/2023).
Palguna menjelaskan, kewenangan MKMK terbatas pada penjatuhan sanksi etik terhadap hakim konstitusi jika terbukti melanggar. Sanksi yang bisa diberikan adalah ringan (teguran lisan), sedang (teguran tertulis), atau sanksi berat (pemberhentian tidak dengan hormat).
MKMK, sambung dia, juga memungkinkan menjatuhkan sanksi lain. Sebab, Ketua MKMK Prof Jimly Asshiddiqie dikenal sebagai sosok yabg kerap membuat terobosan atau 'kreasi baru' di dunia hukum. Hanya saja, sanksi terobosan itu harus tetap dalam wilayah etik, tidak boleh memasuki putusan MK.
"Artinya, betapa pun jengkelnya kita terhadap Putusan MK (Nomor 90), putusan tersebut tetap mengikat sebagai hukum sesuai dengan bunyi Pasal 47 UU MK, yakni 'Putusan Mahkamah Konstitusi memiliki kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum'," kata pakar hukum tata negara Universitas Udayana itu.
Putusan Nomor 90 diketahui menyatakan bahwa anggota legislatif dan kepala daerah di semua tingkatan berhak menjadi capres ataupun cawapres, meski belum berusia 40 tahun. Putusan tersebut membukakan jalan bagi Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming yang baru berusia 36 tahun menjadi cawapres Pilpres 2024.
Hanya saja, putusan tersebut dianggap cacat hukum karena Ketua MK Anwar Usman ikut terlibat dalam penyusunan putusan yang berkaitan dengan kepentingan keluarganya itu. Anwar merupakan pamannya Gibran.
Pakar hukum tata negara Denny Indrayana lantas melaporkan Anwar ke MKMK atas dugaan pelanggaran kode etik. Selain meminta Anwar dijatuhi sanksi, Denny juga mendesak MKMK lewat putusannya membatalkan putusan MK nomor 90.
MKMK diketahui menerima total 21 laporan dugaan pelanggaran kode etik terhadap semua hakim konstitusi dalam penyusunan putusan Nomor 90 itu. Ketua MK Anwar Usman paling banyak dilaporkan.