Ahad 05 Nov 2023 07:10 WIB

41 Anak di Tepi Barat Terbunuh Dibantai Israel, Ribuan Nyawa Lainnya Terancam Pengeboman

Hingga kini, total 3.760 anak terbunuh di Gaza, Palestina.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nora Azizah
Seorang petugas medis menempatkan jenazah Sila Abu Amsha yang berusia delapan bulan di atas kain kafan.
Foto: SAID KHATIB / AFP
Seorang petugas medis menempatkan jenazah Sila Abu Amsha yang berusia delapan bulan di atas kain kafan.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Setidaknya 41 anak telah terbunuh di wilayah pendudukan Tepi Barat sejak meningkatnya kekerasan yang dimulai pada 7 Oktober 2023. Sementara ribuan nyawa anak-anak terus terancam akibat pengeboman yang terus berlanjut di Gaza. 

Menurut Kementerian Kesehatan, 3.760 anak telah terbunuh di Gaza. Kekerasan yang terkait dengan pemukim dan pengungsian paksa juga meningkat, dengan rata-rata tujuh insiden per hari sejak 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan korban jiwa atau kerusakan pada properti warga Palestina. Jumlah kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat meningkat dibandingkan dengan awal tahun ini yaitu tiga insiden per hari. 

Baca Juga

Setidaknya 111 keluarga, termasuk 356 anak-anak di Tepi Barat, telah mengungsi sejak perang Israel-Hamas meletus. Sejak 2022, hampir 2.000 warga Palestina telah mengungsi akibat kekerasan yang dilakukan pemukim, dengan peningkatan sebesar 43 persen dalam pengungsian yang disebabkan oleh pemukim sejak 7 Oktober 2023. 

Kekerasan juga meluas ke kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat, yang dihuni setidaknya 23.000 orang. Pada 2 November, terjadi serangan pasukan Israel di Jenin. Lima warga Palestina dilaporkan meninggal dalam serangan yang berlangsung selama dua minggu di Jenin. 

“Perasaan saya selalu sama, tentu saja saya merasa tidak aman dan takut. Tapi kali ini saya merasakannya lebih intens, lebih menakutkan. Karena saya merasa saya lebih rentan terhadap bahaya, begitu pula orang tua saya, orang-orang yang saya cintai dan teman-teman.  Dan suara-suara keras itu membuat saya takut, terutama suara sirene dan bom," ujar seorang remaja Palestina Lara, 16 tahun (bukan nama sebenarnya).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Save the Children di Tepi Barat menunjukkan, warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka. Hal ini dapat melumpuhkan rasa aman bagibanak-anak, menyebabkan tekanan emosional yang parah, dan membuat mereka terputus dari teman dan komunitasnya.

Direktur Save the Children’s Country untuk wilayah pendudukan Palestina, Jason Lee mengatakan, anak-anak di seluruh wilayah pendudukan Palestina semakin terperangkap dalam spiral kekerasan yang mengerikan, sementara dunia sedang menyaksikannya.  Namun dampak buruk konflik terhadap anak-anak belum dimulai pada 7 Oktober 2023. 

"Kekerasan dan pengungsian telah berlangsung selama bertahun-tahun. Anak-anak yang menanggung akibat paling besar dari konflik yang tidak mereka ikuti," kata Lee, dilansir Middle East Monitor, Sabtu (4/11/2023). 

Tahun ini menjadi tahun paling mematikan bagi anak-anak di Tepi Barat. Mereka ditembak, dikurung, dan dilecehkan berulang kali. 

"Ini harus dihentikan. Komunitas internasional harus menggunakan pengaruhnya untuk memastikan bahwa hukum internasional dihormati, sebagaimana kewajiban mereka,” ujar Lee.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement