REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI menyatakan siswa harus mengelola emosi demi menjaga kesehatan mental di tengah banyaknya kasus perundungan dan kewajiban mereka untuk tetap berprestasi di sekolah. Kondisi mental yang menurun dapat menyebabkan pembelajaran menjadi tidak menyenangkan.
"Sangat penting bagi peserta didik memiliki kemampuan mengelola emosi, sehingga bisa menjaga kesehatan mental masing-masing,” kata Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek Rusprita Putri Utami dalam keterangan di Jakarta, Ahad (5/11/2023).
Rusprita menuturkan masalah kekerasan masih menjadi masalah bagi dunia pendidikan dan dapat berpengaruh terhadap buruknya kesehatan mental anak. Bentuk kekerasannya beragam, mulai dari intimidasi, diskriminasi, kekerasan seksual, hingga perundungan.
Fakta menunjukkan bahwa hubungan antara kesehatan mental peserta didik dan kekerasan di sekolah cukup mengkhawatirkan dari hari ke hari. Hasil survei yang dilakukan oleh Indonesia National Adolescent Mental Health Survey pada 2022 menunjukkan satu dari tiga remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia memiliki gangguan kesehatan mental.
Child Protection Officer UNICEF Indonesia Asep Zulhijar mengatakan remaja di usia sembilan sampai 14 tahun akan mengalami perubahan psikis maupun biologis, seperti kecenderungan mengeksplorasi yang sangat tinggi dan selalu ingin mengambil risiko tinggi. Oleh sebab itu, menurut Asep, pada usia-usia tersebut para remaja harus diberikan pengetahuan dan bekal, sehingga dapat mengelola emosi dan mampu mengarahkannya ke hal-hal yang bersifat positif.
“Cara kerja otak di masa itu sangat rentan karena dipengaruhi oleh hormon dan lain-lain. Tapi kita dapat memanfaatkan masa-masa itu untuk bisa tumbuh optimal baik secara fisik maupun mental,” katanya.