REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pertempuran yang terjadi di jalur Gaza antara Israel dan pejuang Hamas disebut akan menelan biaya sekitar 200 miliar shekel atau 51 miliar dolar AS atau sekitar Rp 802 triliun. Hal tersebut disampaikan oleh surat kabar keuangan Calcalist berdasarkan perkiraan awal dari Kementerian Keuangan Israel.
Calcalist menyebut perkiraan tersebut, setara dengan 10 persen dari produk domestik bruto (PDB) bila perang berlangsung antara delapan hingga setahun. Karena terbatasnya aktivitas di Gaza, tanpa partisipasi penuh Hizbullah Lebanon, Iran atau Yaman; dan sekitar 350 ribu warga Israel yang direkrut sebagai cadangan militer segera kembali bekerja.
Menurut Calcalist, angka 200 miliar shekel merupakan perkiraan yang “optimistis” dari Kementerian Keuangan Israel. Namun, Kementerian Keuangan mengatakan pihaknya tidak mendukung data Calcalist.
Eskalasi terbaru konflik Israel-Palestina dimulai ketika pejuang Hamas menyeberang ke Israel dari perbatasan selatannya pada 7 Oktober, menewaskan lebih dari 1.400 orang. Sedangkan srrangan balasan Israel di Gaza telah membunuh lebih dari 9.700 orang.
Calcalist mengatakan setengah dari biaya tersebut akan digunakan untuk biaya pertahanan yang berjumlah sekitar 1 miliar shekel per hari. Sementara 40-60 miliar shekel lainnya berasal dari hilangnya pendapatan, 17-20 miliar shekel untuk kompensasi bisnis, dan 10-20 miliar shekel untuk rehabilitasi.
"Pemerintah Israel sedang mempersiapkan paket bantuan ekonomi bagi mereka yang terkena dampak serangan Palestina yang akan “lebih besar dan lebih luas” dibandingkan selama pandemi COVID-19," ujar Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich dikutip Reuters, Senin (6/11/2023)
Pada Kamis pekan lalu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan negaranya berkomitmen untuk membantu semua orang yang terkena dampak. “Arahan saya jelas: Buka keran dan salurkan dana kepada siapapun yang membutuhkan,” ujarnya tanpa menyebutkan angkanya.
"Sama seperti yang kami lakukan pada masa COVID-19. Dalam satu dekade terakhir, kami telah membangun perekonomian yang sangat kuat di sini dan bahkan jika perang memberikan dampak ekonomi bagi kami, seperti yang terjadi saat ini, kami akan membayarnya tanpa ragu-ragu," ujarnya.
Setelah perang, S&P memangkas prospek peringkat kredit Israel menjadi "negatif", sementara Moody's dan Fitch meninjau ulang peringkat Israel untuk kemungkinan penurunan peringkat.