Selasa 07 Nov 2023 01:15 WIB

Putusan MKMK Bisa Jadi Titik Balik Kembalinya Kepercayaan Publik

MKMK punya kewenangan meminta hakim kembali menyidangkan gugatan batas usia cawapres.

Red: Andri Saubani
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) bersama anggota MKMK Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kanan) berbincang disela sidang pendahuluan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi yang beragendakan mendengarkan keterangan empat pelapor dari Integrity, Constitutional and Administrative Law Society, LBH Yusuf dan Zico.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) bersama anggota MKMK Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kanan) berbincang disela sidang pendahuluan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi yang beragendakan mendengarkan keterangan empat pelapor dari Integrity, Constitutional and Administrative Law Society, LBH Yusuf dan Zico.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rizky Suryarandika

Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi (MKMK) pada Selasa (7/11/2023) akan membacakan putusan dugaan pelanggaran kode etik hakim. Pakar hukum tata negara Universitas Brawijaya Prof. Muchamad Ali Safa'at menyatakan bahwa putusan MKMK menjadi penentu dan titik balik untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga tersebut.

Baca Juga

Menurut Ali di Kota Malang, Jawa Timur, Senin (6/10/2023), MKMK bisa mengeluarkan putusan terbaik yang menjadi titik balik bagi lembaga tinggi negara tersebut untuk bisa kembali berdiri tegak dalam menjalankan kewenangannya.

"Saya berharap kepada MKMK karena putusan itu, menurut saya yang menjadi titik balik menentukan. Apakah MK bisa berdiri tegak lagi, menjalankan kewenangannya, atau sama sekali orang tidak akan percaya," kata Ali yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang.