REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyatakan terus memantau dan menjalin komunikasi dengan tiga WNI relawan MER-C yang bertugas di Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
Ketiga relawan yakni Fikri Rofiul Haq, Reza Aldilla Kurniawan, dan Farid Zanzabil Al Ayubi memilih untuk tetap melanjutkan kerja kemanusiaan mereka di RS Indonesia dan menolak untuk dievakuasi dari Gaza, di tengah pertempuran antara Israel dan kelompok Hamas Palestina.
“Kemlu serta KBRI Kairo dan KBRI Amman terus memonitor dan menjalin komunikasi dengan tiga relawan MER-C yang berada di RS Indonesia untuk memastikan keselamatan mereka,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu Judha Nugraha, Senin (6/11/2023)
Pernyataan itu disampaikan Judha untuk menanggapi tuduhan Israel tentang adanya jaringan terowongan di bawah RS Indonesia, yang digunakan oleh Hamas untuk melancarkan serangannya.
Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Daniel Hagari bahkan menyebut bahwa “Hamas secara sistematis membangun Rumah Sakit Indonesia untuk menyembunyikan infrastruktur teror bawah tanahnya”.
Dia juga menunjukkan rekaman telepon di antara pejabat Hamas yang menjelaskan penggunaan pasokan bahan bakar milik RS Indonesia untuk melakukan serangan.
Menanggapi tudingan tersebut, Judha menyebut bahwa RS Indonesia yang berdiri di Gaza utara, telah diserahterimakan kepada otoritas Palestina pada 2016.
“Saat ini RS tersebut di bawah pengelolaan Kementerian Kesehatan Palestina,” tutur dia.
Masih terkait tuduhan Israel, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi telah menyeru Israel untuk menghentikan pembunuhan warga sipil dan setop menjadikan fasilitas sipil seperti rumah sakit, sebagai target serangan.
“Menlu RI juga telah berkomunikasi dengan para menlu negara kunci untuk mendorong agar Israel tidak menyerang rakyat dan fasilitas sipil,” ujar Judha.
Sebelumnya, Direktur RS Indonesia Atef al-Kahlout meminta Pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan penuh bagi seluruh pekerja, pasien, dan para pengungsi di fasilitas medis yang sekarang menaungi lebih dari 5.000 orang itu.
Menurut Atef, RS Indonesia sudah diserang dan dibom sejak hari pertama yang mengakibatkan dua orang pekerja meninggal dunia.
“Kami meminta kepada pemerintah Indonesia untuk menekan penjajah agar menghentikan serangan terhadap Rumah Sakit Indonesia,” kata Atef.