REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, mengatakan negara-negara Barat telah mendorong kawasan Timur Tengah ke jurang perang besar. Dia menekankan, tindak-tanduk Barat telah memicu lonjakan terorisme dan gelombang pengungsi.
“Sekarang kita melihat bagaimana Anglo-Saxon benar-benar mendorong Timur Tengah ke ambang perang besar,” ujar Lavrov saat berbicara di Russia International Exhibition and Forum yang digelar di Moskow, Senin (6/11/2023), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Menurut Lavrov, kebijakan Barat terlihat jelas di Ukraina, Irak, Libya, dan Suriah. “Hasil dari kebijakan ini juga mencakup peningkatan terorisme dan ekstremisme, hancurnya kehidupan, hancurnya keluarga, dan jutaan arus pengungsi,” ujar diplomat berusia 73 tahun tersebut.
Dia mencatat bahwa metode yang digunakan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara satelitnya mencakup upaya menabur kekacauan di berbagai belahan dunia, membuat negara-negara saling bermusuhan, serta meningkatkan ketegangan etnis dan agama. “Barat terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri dengan mengorbankan orang lain dan mengeksploitasi sumber daya orang lain,” kata Lavrov.
Dalam pernyataannya Lavrov tak menyinggung tentang perkembangan konflik di Jalur Gaza. Berbeda dengan Barat, Moskow tak menunjukkan keberpihakan atas agresi Israel ke Gaza yang telah dilancarkan sejak 7 Oktober 2023 lalu. AS, Inggris, Kanada, dan Uni Eropa telah kompak menggaungkan pesan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri dari serangan Hamas.
Sementara dalam sesi khusus Majelis Umum PBB tentang Palestina yang digelar 1 November 2023 lalu, Duta Besar Rusia untuk PBB Vasiliy Nebenzya mengatakan, Israel, sebagai negara yang menduduki atau menjajah Palestina, tidak memiliki hak untuk membela diri.
Dalam pernyataannya, Nebenzya menyoroti kemunafikan AS dan para sekutunya terkait konflik Israel-Palestina yang sedang berlangsung. Menurut Nebenzya, di luar isu konflik Palestina, AS dan sekutunya kerap menyerukan kepatuhan terhadap hukum kemanusiaan, membentuk komisi investigasi, serta menjatuhkan sanksi terhadap mereka yang menggunakan kekerasan.
“Dan hari ini, melihat kehancuran yang mengerikan di Gaza, yang melebihi apa yang mereka kritik dalam konteks regional lainnya – serangan terhadap fasilitas sipil, kematian ribuan anak-anak, dan penderitaan mengerikan warga sipil di tengah blokade total, mereka (AS dan sekutunya) pura-pura bungkam,” ujar Nebenzya, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
“Yang bisa mereka (AS dan sekutunya) lakukan hanyalah terus mengatakan tentang dugaan hak Israel untuk membela diri, yang, sebagai negara pendudukan, tidak dimiliki Israel, seperti yang dikonfirmasi oleh keputusan konsultatif Mahkamah Internasional pada tahun 2004,” tambah Nebenzya.
Dia menekankan, Rusia mengakui hak Israel untuk menjamin keamanannya. “Kami mengakui hak-hak Israel untuk menjamin keamanannya. Keamanan ini hanya dapat dijamin sepenuhnya jika kita menyelesaikan masalah Palestina berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan,” ucapnya.
Hingga berita ini ditulis, agresi Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 lalu telah membunuh lebih dari 10 ribu warga Gaza. Lebih dari 4.100 di antaranya adalah anak-anak. Sementara korban luka melampaui 25 ribu orang.