REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) mengaku telah memperhitungkan jumlah kebutuhan aparatur sipil negara (ASN) untuk tahun 2024, yakni sekitar 1,3 juta kebutuhan. Instansi pemerintah, baik kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah diharapkan memaksimalkan kebutuhan tersebut.
“Tahun 2024 kita sudah hitung, formasi yang akan kita siapkan itu sekitar 1,3 juta. Perhitungan itu didasarkan pada, pertama, sisa formasi 2023,” ujar Plh Deputi Bidang SDM Aparatur Kemenpan-RB Aba Subagja dalam Rapat Koordinasi Penataan Manajemen ASN Pasca-Undang-Undang (UU) Nomor 20/2023 tentang ASN, di Jakarta, Senin (6/11/2023).
Perhitungan kedua, kata dia, yakni jumlah ASN yang pensiun pada tahun 2024. Serta perhitungan ketiga adalah jumlah kebutuhan riil di lapangan. Aba mengungkapkan, dari tahun ke tahun, pihaknya memberi ruang formasi kebutuhan yang besar. Tapi, pemenuhan formasi itu tidak optimal.
“Kami menerima banyak keluhan dari fresh graduate yang tidak bisa melamar. Usulan dari kementerian, lembaga, dan pemda belum optimal,” ujar Aba.
Sebagai contoh, pada 2023 rencana kebutuhan ASN secara nasional sebanyak 1.030.751 baik calon pegawai negeri sipil (CPNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Tapi, terdapat sejumlah instansi yang tidak mengusulkan formasi, termasuk terdapat beberapa pemda yang tidak mengoptimalkan usulan formasinya. Jumlah yang ditetapkan tahun ini sebanyak 572.496 formasi ASN.
Usai diundangkannya UU Nomor 20/2023 tentang ASN, rekrutmen pegawai pemerintah didesain lebih fleksibel. Sebelumnya, Menpan-RB Abdullah Azwar Anas menetapkan usulan dan jabatan formasi dari setiap instansi. Hal itu menimbulkan instansi pemerintah menjadi tidak fleksibel jika ada perubahan strategi organisasi.
Plt Asisten Deputi Manajemen Talenta dan Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Aparatur Kemenpan-RB Agus Yudi Wicaksono menyampaikan, ada tujuh agenda transformasi yang menjadi pilar dalam UU ASN.
Transformasi terkait rekrutmen jabatan ASN. Usulan penambahan formasi tahun-tahun sebelumnya belum sepenuhnya dikaitkan dengan arah prioritas pembangunan nasional. Sehingga alokasi sumber daya dan anggaran bisa tidak selaras dengan tingkat kebutuhannya.
Perubahan yang dibawa dalam UU itu, yakni Menpan-RB menetapkan kebutuhan pegawai secara nasional sesuai anggaran yang tersedia. “Instansi yang menentukan apa jenis jabatan yang mau direkrut dan pada jenjang yang mana, dan sesuai dengan anggarannya,” tegas Yudi.
Instansi pemerintah juga diimbau untuk menganalisis mana jabatan yang positive growth dan negative growth. Yudi menambahkan, saat ini pemerintah bergerak ke arah digital, jabatan-jabatan yang tugasnya bisa dilakukan dengan teknologi seharusnya mengalami negative growth.
Agenda transformasi terkait sistem rekrutmen ini adalah fleksibilitas waktu seleksi. Jika tahun sebelumnya seleksi dilakukan secara serentak, kini pemerintah bisa melakukan seleksi sesuai kebutuhan masing-masing instansi.
Sebagai contoh, pegawai di salah satu instansi ada yang pindah, pensiun, atau meninggal, instansi tersebut bisa mengajukan diri untuk melakukan seleksi ASN. “Waktu rekrutmen tidak lagi harus barengan nasional. Ini diserahkan ke bapak ibu kapan mau melakukan rekrutmen sesuai kebutuhan organisasi dan prioritas nasional,” ujar Yudi.
UU yang baru saja disahkan ini akan berdampak besar pada tata kelola dan manajemen ASN, termasuk perekrutan. Penyederhanaan jabatan juga dilakukan pada jabatan pelaksana yg sebelumnya ribuan menjadi tiga jenis saja dan jabatan fungsional, instansi pembina akan fokus pada pengembangan jabatan fungsional tidak lagi pada penetapan formasinya
Kemudian percepatan pengembangan kompetensi tidak lagi dibatasi dengan 20 jam pelajaran, tetapi terbuka bisa dilakukan dengan fleksibel dan dinamis sesuai kebutuhan pegawai ASN. Bahkan PPPK yang sebelumnya tidak berkesempatan, kini bisa mengembangkan kompetensi termasuk melalui jalur pendidikan.
“Sepanjang kinerja yang bersangkutan dapat dilakukan dengan baik. Pengembangan ini merupakan hak dan kewajiban yang mesti difasilitasi bagi pegawai," ujar Yudi.
Selanjutnya kemudahan mobilitas talenta secara nasional juga semakin terbuka, ASN bisa mengisi jabatan di luar instansi pemerintah, misalnya BUMN/BUMN/BLU, termasuk menerapkan fleksibilitas pengisian TNI dan Polri ke jabatan sipil, dan sebaliknya. Sebelumnya, pada UU Nomor 5/2014 memang sudah disebutkan bahwa TNI dan Polri bisa menduduki jabatan sipil.
Dalam UU ini, kebijakan tersebut bersifat resiprokal atau dua arah. “Namun kebijakan ini berlaku di instansi pusat yang bersifat strategis, bukan di pemerintah daerah,” tegas Yudi.
Terkait penataan tenaga non ASN juga diatur, PPPK bisa mengisi jabatan pelaksana yang sebelumnya tidak dapat dilakukan, termasuk menduduki jabatan tinggi pratama tertentu pada instansi pusat prioritas tertentu.
Melalui forum tersebut, Kemenpan-RB meminta masukan dan saran terhadap rancangan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen ASN yang merupakan aturan pelaksanaan dari UU Nomor 20 Tahun 2023. Pandangan dari segenap instansi ini diperlukan agar aturan turunan dari UU tersebut bisa lebih implementatif.