Selasa 07 Nov 2023 20:17 WIB

MKMK Minta Pemilihan Ketua MK Pengganti Anwar Ditentukan dalam Dua Hari ke Depan

Anwar Usman diberhentikan sebagai ketua MK secara tidak hormat.

Rep: Eva Rianti/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memimpin sidang pembacaan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (7/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terbukti melaukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim Konstitusi. MKMK juga menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memimpin sidang pembacaan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (7/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terbukti melaukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim Konstitusi. MKMK juga menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie bersama dengan anggota MKMK lainnya, Bintan R. Saragih dan Wahiduddin Adam memutuskan bahwa Ketua MK Anwar Usman diberhentikan secara tidak hormat. Untuk mengantisipasi kekosongan pucuk pimpinan MK, MKMK meminta agar pemilihan Ketua MK dilakukan dalam dua hari ke depan. 

Hal itu tertuang dalam amar putusan ketiga yang disampaikan oleh Jimly dalam pembacaan putusan MKMK soal kode etik hakim MK, Selasa (7/11/2023) sore. Putusan tersebut menanggapi sejumlah laporan yang masuk dari berbagai elemen masyarakat soal putusan perkara batas usia capres-cawapres. 

Baca Juga

"Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (Saldi Isra) untuk dalam waktu 2 x 24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Jimly dalam agenda putusan MKMK yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).

MKMK diketahui membacakan lima buah putusan amar. Putusan pertama yakni Anwar Usman terbukti melakukam pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi, sebagaimana prinsip Sapta Karsa Hutama tentang prinsip ketidakberpikahan, integritas, kecakapan, independensi, dan kepantasan serta kesopanan. 

Kedua, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Ketiga, memerintahkan Wakil Ketua MK untuk dalam waktu 2 x 24 jam sejak putusan diucapkan memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru. 

Keempat, Anwar Usman tidak berhak untuk mencalonkqn diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor berakhir. Kelima, Anwar Usman tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR DPD dan DPRD serta pemilihan gubernur, bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan. 

Di akhir pembacaan putusan itu, ada dissenting opinion (DO) atau pendapat berbeda dari salah satu anggota MKMK lainnya, yakni Bintan R Saragih. Bintan menyatakan DO atas putusan ini lantaran MKMK hanya menyatakan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap status Anwar sebagai Ketua MK. Dengan demikian, Anwar hanya turun kasta menjadi hakim MK biasa berkat putusan MKMK. 

Lantas, Jimly menjelaskan bahwa DO merupakan hal yang sangat lumrah terjadi. Namun dia menegaskan bahwa putusan yang baru saja dibacakan secara resmi berlaku per Selasa (7/11/2023). Dia pun menjelaskan ihwal Peraturan MK (PMK) yang mengatur hal itu. 

"Terlepas dari adanya dissenting opinion putusan yang berlaku mulai hari ini adalah putusan yang tadi dibacakan. Cuman, kalau sanksinya sebagaimana ditentukan dalam PMK, pemberhentian secara tidak hormat dari anggota, maka harus diberi kesempatan untuk majelis banding," kata dia. 

Lantas, Jimly mengungkapkan bahwa hal itu membuat putusan MKMK menjadi tidak pasti, sedangkan dia menyebut saat ini sedang menghadapi proses pemilihan umum yang sudah dekat, sehingga dibutuhkan kepastian yang adil untuk tidak menimbulkan masalah-masalah yang berakibat pada proses pemilu yang tidak damai dan tidak terpercaya. 

"Untuk itu kami memutuskan berhenti dari ketua, sehingga ketentuan mengenai majelis banding tidak berlaku. Karena dia tidak berlaku, maka putusan MKMK mulai berlaku hari ini dan dalam 2 x 24 jam harus sudah diadakan pemilihan," terangnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement