REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan proses revisi peraturan taksonomi berkelanjutan akan selesai pada tahun ini, sebagai upaya mempercepat dukungan terhadap pembiayaan transisi energi di Indonesia.
“OJK sedang memfinalisasi taksonomi berkelanjutan sebagai pengganti taksonomi hijau, yang akan kami selesaikan dalam tahun ini,” ujar Mahendra dalam acara CEO Networking 2023 bertajuk “Achieving Sustainable Growth through Cohesive Collaboration” di Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Ia melanjutkan, OJK akan berfokus ke transisi energi dan critical minerals, sebagai upaya menyelaraskan antara pertumbuhan ekonomi dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs.
“Taksonomi ini akan memperkenalkan konsep bisnis ramah lingkungan dan transisi energi menuju dekarbonisasi, yang akan digunakan sebagai panduan lembaga keuangan atau investor dalam membuat keputusan pendanaan yang mendukung penanganan perubahan iklim” ujar Mahendra.
Taksonomi berkelanjutan diharapkan dapat membantu sektor jasa keuangan (SJK) dalam proses pemantauan berkala dalam implementasi penyaluran kredit/ pembiayaan/ investasi ke sektor hijau, dan mencegah potensi pelaporan aktivitas hijau yang kurang tepat atau greenwashing.
Sebelumnya, OJK bersama kementerian/lembaga (K/L) terkait telah menerbitkan taksonomi hijau edisi 1.0 pada 2022 lalu, yang baru mencakup soal lingkungan.
Sedangkan, taksonomi berkelanjutan edisi 2.0 yang terbit pada tahun ini, menyeimbangkan tiga aspek, diantaranya lingkungan, sosial, dan ekonomi serta mendorong upaya transisi.
Dalam kesempatan ini, Mahendra menyebut OJK juga telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 18 Tahun 2023 tentang penerbitan dan persyaratan efek bersifat utang dan sukuk berlandaskan keberlanjutan.
Terbitnya aturan tersebut merupakan respon OJK terhadap isu global dan regional Asia Tenggara, dalam rangka memitigasi dampak perubahan iklim yang juga menjadi komitmen Indonesia dalam Paris Agreement. Selain itu, pada akhir September tahun ini, OJK bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) telah meluncurkan Bursa Karbon (IDX Carbon).
“Terkait aspek energi transisi maupun dekarbonisasi, maka OJK akan menyempurnakan kerangka peraturan yang ada dengan mengacu kepada ISSB- IFRS S2 yang mengharuskan perusahaan mengungkapkan risiko fisik dari transisi akibat perubahan iklim dengan pengembangan rencana transisi masing masing,” ujar Mahendra.