REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa tidak akan ada gencatan senjata di Gaza, tanpa pembebasan sandera Israel oleh kelompok Hamas Palestina.
“Ya, tidak akan ada gencatan senjata, gencatan senjata umum di Gaza tanpa pembebasan sandera kami,” katanya pada Senin malam (6/11/2023).
Netanyahu kembali menolak seruan untuk melakukan gencatan senjata di Gaza, di mana lebih dari 10.000 warga Palestina tewas akibat serangan Israel.
“Gencatan senjata berarti menyerah kepada Hamas, dan kemenangan bagi Hamas,” ujar Netanyahu.
Alih-alih gencatan senjata secara umum, kata dia, Israel telah menyetujui jeda waktu pertempuran untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza atau sandera Israel untuk keluar dari daerah kantong Palestina tersebut.
Dia menyatakan bahwa gencatan senjata akan menghambat perang dan upaya Israel untuk mengeluarkan sandera dari Gaza.
Kelompok Hamas, yang melakukan serangan lintas perbatasan sebulan lalu, mengatakan mereka menahan lebih dari 200 orang, termasuk tentara Israel dan warga sipil.
Israel telah melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza sejak saat itu. Sedikitnya 10.022 warga Palestina, termasuk 4.104 anak-anak dan 2.641 perempuan, telah terbunuh di Jalur Gaza. Sementara itu, jumlah korban tewas di Israel hampir 1.600, menurut angka resmi.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa Gaza telah menjadi kuburan anak-anak karena ratusan anak perempuan dan laki-laki terbunuh atau terluka setiap harinya.
Guterres mengulangi seruannya untuk gencatan senjata kemanusiaan, lebih banyak bantuan untuk Gaza, pembebasan sandera Hamas tanpa syarat, serta perlindungan warga sipil, rumah sakit, fasilitas PBB, tempat penampungan, dan sekolah.