REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menanggapi putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan Ketua MK Anwar Usman melanggar kode etik karena terlibat dalam penyusunan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia minimum capres-cawapres. Putusan nomor 90 itu diketahui membukakan jalan bagi Gibran menjadi cawapres.
Komamdan Echo (Hukum dan Advokasi) TKN Prabowo-Gibran, Hinca Panjaitan mengatakan, putusan MKMK itu tidak berdampak terhadap putusan MK nomor 90. MKMK dalam putusannya memang menyatakan tidak berwenang mengkoreksi putusan MK nomor 90.
Karena itu, kata dia, pendaftaran Prabowo-Gibran sebagai pasangan capres-cawapres Pilpres 2024 di KPU RI tidak terganggu pula. "Kami beritahukan kepada seluruh masyarakt Indoenesia, tidak ada yang ragu sedikitpun bahwa pasangan ini berlayar dengan baik," kata Hinca saat konferensi di Sekber Relawan Prabowo, Jakarta Barat, Selasa (7/11/2023) malam.
TKN Prabowo-Gibran juga menyampaikan pandangan terkait gugatan baru yang diajukan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama. Dalam gugatan nomor 141/PUU-XXI/2023 itu, si mahasiswa menggugat putusan MK nomor 90. Dia meminta agar hanya gubernur yang boleh menjadi capres ataupun cawapres meski belum berusia 40 tahun.
Adapun Gibran diketahui baru berusia 36 tahun dan sedang menjabat sebagai wali kota Solo. Menurut Hinca, apa pun putusan atas perkara nomor 141 itu tidak akan mempengaruhi pencalonan Gibran.
"Karena perkara (nomor 141) ini berkenaan dengan hal yang lain yang akan berlaku untuk tahun 2029. Dengan demikian tidak ada lagi keraguan apapun di masyarakat tentang pasangan calon Prabowo-Gibran," kata anggota Komisi III (hukum) DPR itu.
"Tim kita memastikan bahwa proses pencalonan Prabowo dan Gibran berjalan dengan baik, tidak terpengaruh apapun oleh putusan MKMK," kata politikus Partai Demokrat itu menambahkan.
MKMK membacakan putusan atas perkara pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023) sore. MKMK menyatakan Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, Anwar terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketidakberpihakan Penerapan angka 5 huruf b dan Prinsip Integritas Penerapan angka 2 karena terlibat dalam pembuatan putusan Mk perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Prinsip Ketidakberpihakan Penerapan angka 5 huruf b berbunyi: "Hakim konstitusi tersebut atau anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan". Adapun putusan nomor 90 mengabulkan gugatan untuk mengubah ketentuan syarat batas usia minimum 40 tahun untuk menjadi capres-cawapres, sehingga Gibran bisa menjadi cawapres.
Pemohon perkara itu secara terang benderang dalam gugatannya menyatakan ingin Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka yang berusia 36 tahun bisa menjadi peserta Pilpres 2024. Gibran merupakan keponakan Anwar.
Jimly menambahkan, Anwar juga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama Prinsip Independensi Penerapan angka 1,2, dan 3 karena sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan keputusan perkara nomor 90.
Karena itu, sejumlah sanksi dijatuhkan kepada Anwar. "Kedua, menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi," ujar Jimly. Artinya, Anwar hanya kehilangan jabatan ketua, tapi tetap menjabat sebagai hakim konstitusi.