REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejak kembali menjabat pada Desember 2022, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu telah membuat sebuah gebrakan kontroversial yang membuat marah rakyat Israel. Rencana Netanyahu melakukan perombakan peradilan menyebabkan aksi protes besar-besaran yang berlangsung selama berbulan-bulan.
Amarah rakyat Israel belum reda. Kini, Netanyahu dihadapkan pada persoalan baru, yaitu bobolnya intelijen dan sistem keamanan Israel dalam serangan mengejutkan oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas pada 7 Oktober 2023. Infiltrasi Hamas melalui udara, laut, dan darat membuat Israel kewalahan.
Netanyahu menolak bertanggung jawab atas bobolnya sistem keamanan negara. Hal ini membuat rakyat geram. Mereka merasa keamanan negara mulai terancam. Dukungan rakyat Israel kepada Netanyahu semakin memudar. Berbagai jajak pendapat menunjukkan bahwa Netanyahu tidak lagi pantas menjadi pemimpin Israel.
Ya’akov Levin adalah pendukung setia Partai Likud, pimpinan Netanyahu. Namun setelah aksi mengejutkan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, dia mengatakan tidak akan pernah memilih Netanyahu lagi.
“Netanyahu menjual dirinya sebagai Tuan Keamanan dan kemudian hal ini terjadi. Dia harus mundur,” ujar Levin, seorang pedangan wine, dilansir Financial Times.
Kemarahan terlihat jelas di jalan-jalan sempit Mahane Yehuda, sebuah pasar besar di pusat Kota Yerusalem yang telah lama menjadi basis Partai Likud. “Bibi (panggilan Netanyahu) sudah selesai. Tidak mungkin dia bisa tetap berkuasa setelah ini,” ujar Levin.
Netanyahu enam kali menjabat sebagai perdana menteri. Netanyahu telah mengecoh para pesaingnya untuk tetap berada di puncak politik Israel selama 14 tahun terakhir. Dia mencapai hal tersebut dengan memposisikan dirinya sebagai “Tuan Keamanan” dan “Tuan Ekonomi”. Netanyahu menempatkan dirinya sebagai orang yang dapat diandalkan oleh Israel untuk mempertahankan kekuatan militer negaranya, dan mencapai kesepakatan dengan negara-negara Arab sambil mendorong pertumbuhan dan mengawasi sektor teknologi yang sedang berkembang pesat.
Namun gambaran tersebut telah terguncang parah oleh serangan Hamas yang menunjukkan bahwa Israel tidak siap menghadapi serangan terhadap wilayahnya. Sementara perang Israel-Hamas di Gaza telah merusak prospek perekonomiannya.
Sebagian besar rasa frustrasi masyarakat terhadap Netanyahu berpusat pada penolakannya untuk meminta maaf atas kegagalan Israel dalam meramalkan atau mencegah serangan pada 7 Oktober. Sebuah jajak pendapat di surat kabar Maariv akhir bulan lalu menemukan, 80 persen warga Israel ingin Netanyahu bertanggung jawab atas kegagalan intelijen dan keamanan yang terjadi sebelum serangan tersebut.
Netanyahu tidak pernah berada di titik terendah seperti ini....