REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Sosok ayah ternyata berperan besar dalam mempengaruhi pola asuh keluarga. "Ada banyak istri tidak mendapatkan dukungan, karena suami kurang hadir dan berperan. Ketika menikah, semua (urusan rumah tangga) diserahkan ke istri, sehingga peran suami yang tidak hadir sejak awal pernikahan menyebabkan istri stres, lalu mengalami baby blues (gangguan mental ibu pascapersalinan), kemudian berkembang menjadi depresi setelah melahirkan," kata Psikolog Kinis Anak, Remaja, dan Keluarga Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, Roslina Verauli, dalam siaran pers, Rabu (8/11/2023).
Lulusan Universitas Indonesia ini menjelaskan, beban ganda yang dialami perempuan setelah menikah tersebut menyebabkan mereka tidak dapat berfungsi dengan normal di dalam pengasuhan, artinya, kurang mampu menjalankan peran-perannya sebagai ibu dengan baik. "Bagaimana ibu-ibu ini mampu memberikan ASI kepada anak-anaknya dengan baik kalau dia stres?" ujar dia.
Menurutnya, para istri dengan kondisi seperti ini kurang sehat dan sejahtera secara mental, sehingga memberikan dampak pada anak-anak yang kurang mampu merasakan kehadiran sosok ayah dalam tumbuh kembangnya.
Permasalahan dalam rumah tangga ini, menurutnya, berpotensi memunculkan bayi-bayi yang dilahirkan dalam kondisi stunting, karena berdasarkan data, 70 persen bayi yang lahir stunting bukan semata terjadi pada keluarga dengan kekurangan finansial, melainkan juga pada keluarga dengan finansial yang cukup tetapi pola asuh ayah dan ibu tidak seimbang.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya kesadaran bersama dari semua elemen masyarakat untuk bergotong royong menyukseskan percepatan penurunan stunting dengan mendukung para ibu, dan memiliki kesadaran bahwa ini adalah isu bersama yang perlu ditangani dengan benar. "Maka, saatnya kita dukung ibu-ibu untuk mampu memberikan pengasuhan yang tepat untuk anak, dengan dukungan para ayah," tuturnya.
Ia juga mengutarakan pentingnya menghidupkan kembali "Hari Ayah Nasional", yang menjadi momentum atau pengingat bahwa ayah juga mempunyai peranan penting dalam kerangka pola asuh anak.
Menurutnya, kehadiran Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari bidan, kader keluarga berencana, dan kader PKK, dapat mempercepat upaya untuk merealisasikan target penurunan stunting sebesar 14 persen sesuai arahan Presiden Joko Widodo. "Peran pendamping itu penting, yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan perubahan perilaku. Namun, pendekatannya harus disesuaikan dengan profil ayah dan ibu muda di masa sekarang, target 14 persen bakal terealisasi di 2024, asal kita kerjakan secara bersama," paparnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan bahwa pengasuhan di 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) adalah masa terpenting bagi tumbuh kembang anak.
“Pada periode ini terjadi perkembangan sel-sel otak yang sangat cepat dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut saraf serta cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jaringan saraf dan otak yang kompleks,” kata Hasto.
Menurutnya, masa 1.000 HPK ini adalah kesempatan bagi orang tua untuk membangun dan menetapkan fondasi kesehatan, serta tumbuh kembang anak yang mencakup pertumbuhan badan dan kecerdasan yang optimal.