REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, mengatakan puluhan ribu izin kepemilikan senjata telah diberikan kepada warga di negaranya. Hal itu diumumkan ketika aksi kekerasan pemukim Yahudi Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat meningkat sejak pecahnya pertempuran di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu.
“Divisi Senjata Api menerima ratusan ribu permintaan izin senjata pribadi, dan kami telah mengeluarkan puluhan ribu izin bersyarat dan izin sebenarnya untuk senjata pribadi kepada warga yang memenuhi syarat,” ungkap Ben-Gvir, Selasa (7/11/2023), dikutip laman Middle East Monitor.
Ben-Gvir tak menjelaskan secara detail tentang apa yang dimaksud dengan izin bersyarat. Dia hanya mengatakan bahwa pendistribusian senjata api tersebut bertujuan melindungi warga Israel dari serangan. Ben-Gvir menambahkan, saat ini ratusan kelas cadangan baru telah dibuka di seluruh Israel.
Ben-Gvir mengatakan, tujuan dari pembukaan kelas-kelas tersebut adalah untuk mengajari warga Israel cara membawa dan menggunakan senjata api. Dia menyebut, saat ini Pemerintah Israel juga sudah menambah puluhan staf di Divisi Senjata Api.
“Karena tingginya permintaan di Divisi Senjata Api, saya menghimbau semua orang untuk bersabar. Periksa kelayakan Anda dan persenjatai diri Anda sendiri,” ucap tokoh yang dikenal anti-Arab tersebut.
Dalam beberapa pekan terakhir, Ben-Gvir telah mengunggah foto dan video yang menunjukkan dirinya tengah mendistribusikan senjata api kepada warga Israel di wilayah utara, selatan, dan Tepi Barat. Warga Palestina khawatir, kebijakan Israel mempersenjatai warganya mungkin menjadi dalih untuk melakukan pembunuhan dengan kedok “mencegah serangan”.
Menurut PBB, sejak pecahnya pertempuran antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu, aksi kekerasan pemukim Yahudi Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat meningkat.
Selama sebulan terakhir, PBB mencatatkan terjadinya 202 kasus aksi penyerangan pemukim Yahudi terhadap warga Palestina. Sebanyak 28 kasus mengakibatkan korban luka, 141 kasus menyebabkan kerusakan properti, dan 33 kasus lainnya menimbulkan korban luka serta kerusakan properti.
“Ini mencerminkan rata-rata tujuh insiden harian, dibandingkan dengan tiga insiden sejak awal tahun ini. Lebih dari sepertiga insiden ini mencakup ancaman senjata api, termasuk penembakan,” kata PBB terkait lonjakan kekerasan pemukim Yahudi terhadap warga Palestina di Tepi Barat, dikutip laman Aljazirah, Selasa kemarin.
PBB mengungkapkan, hampir separuh dari total kasus penyerangan pemukim Yahudi kepada warga Palestina, terjadi dengan pendampingan atau pengawasan pasukan Israel. Meningkatnya kekerasan pemukim sejak 7 Oktober 2023 lalu tela memaksa setidaknya 905 warga Palestina meninggalkan rumah mereka, seperti di Perbukitan Hebron Selatan dan di Wadi al-Seeq dekat Ramallah. Menurut PBB, jumlah tersebut mencakup 111 rumah tangga dan 356 anak.
Selain kekerasan pemukim Yahudi, operasi penggerebekan dan penangkapan yang dilakukan pasukan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat juga melonjak sejak 7 Oktober 2023 lalu. Menurut laporan kantor berita Palestina, WAFA, hingga Selasa kemarin, sebanyak 163 warga Palestina dibunuh pasukan Israel.