REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman enggan banyak berkomentar mengenai putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK). Anwar mensinyalkan siap menjalani putusan tersebut dengan turun tahta dari jabatan Ketua MK.
MKMK menjatuhkan sanksi berat yaitu Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Ketua MK Anwar Usman. Namun putusan ini sebatas menyetop Anwar dari jabatan Ketua MK. Dengan demikian, Anwar tetap berstatus hakim MK biasa.
"Nggak ada komentar. Ya sudah, kan, sudah dengar (putusan MKMK)," kata Anwar saat tiba di Gedung MK pada Rabu (8/11/2023).
Anwar berdalih tiap jabatan yang diembannya hanyalah amanah dari Tuhan. Sehingga kalau amanah itu dicabut, Anwar mensinyalkan akan patuh.
"Oh iya lah (jadi hakim MK biasa). Kan saya sudah bilang, jabatan milik Allah," ujar Anwar.
Anwar juga tak menjawab apapun secara gamblang. Anwar hanya menyatakan siap mematuhi putusan MKMK.
"Sesuai dengan amar putusan. Oke?" ujar Anwar.
Diketahui, MKMK menjatuhkan sanksi berat yaitu Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Ketua MK Anwar Usman. Hanya saja, putusan ini melahirkan dissenting opinion (DO) atau pendapat berbeda karena MKMK hanya menyatakan PTDH terhadap status Anwar sebagai Ketua MK. Dengan demikian, Anwar hanya turun kasta menjadi hakim MK biasa berkat putusan MKMK.
Deretan pelaporan terhadap MK merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.