Rabu 08 Nov 2023 12:30 WIB

Aksi Pro Palestina, Amnesty: Polisi Inggris tak Boleh Tunduk pada Tekanan Politik

Massa pro-Palestina akan menggelar pawai di kota London akhir pekan ini.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Pengunjuk rasa pro Palestina mengadakan aksi di luar Downing Street di London, Inggris, 18 Oktober 2023.
Foto: EPA
Pengunjuk rasa pro Palestina mengadakan aksi di luar Downing Street di London, Inggris, 18 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kepala Eksekutif Amnesty International Inggris Sacha Deshmukh mengatakan, kepolisian Inggris tidak boleh tunduk pada tekanan politik untuk melarang pawai akhir pekan ini. Hal ini disampaikan dalam menanggapi tekanan Perdana Menteri Rishi Sunak kepada kepala Polisi Metropolitan Sir Mark Rowley untuk melarang pawai pro Palestina pada Hari Gencatan Senjata.

"Polisi tidak boleh tunduk pada tekanan politik untuk melarang pawai akhir pekan ini. Polisi memiliki tugas untuk memfasilitasi demonstrasi damai. Kami sangat prihatin tekanan politik yang cukup besar sedang diberikan kepada polisi untuk melarang pawai akhir pekan ini yang menyerukan gencatan senjata oleh semua pihak di Gaza dan Israel," kata Deshmuk dalam siaran pers yang dirilis di situs resmi Amnesty Internasional, Selasa (7/11/2023).

Baca Juga

Dikutip dari Independent, Sunak mengatakan protes pada 11 November akan bersifat “provokatif dan tidak sopan” di tengah kekhawatiran masalah dapat terjadi jika terdapat kelompok yang memisahkan diri. Kepolisian Metropolitan Inggris mendesak panitia aksi untuk “segera mempertimbangkan kembali” kegiatan tersebut karena meningkatnya risiko kekerasan.

"Penyelenggara protes telah mengkonfirmasi bahwa mereka akan berbaris jauh dari Cenotaph dan pada waktu yang jauh lebih lambat dari dua menit mengheningkan cipta dan pembicaraan tentang 'pelanggaran' yang akan ditimbulkan oleh demonstrasi mereka adalah omong kosong belaka," ujar Deshmukh.

Di media sosial X, Menteri Dalam Negeri Inggris Suella Braverman menyambut baik permintaan Kepolisian Metropolitan pada panitia aksi untuk menunda protes damai tersebut. Dalam unggahannya, Braverman mengaitkan peserta aksi dengan premanisme dan ekstremismne.

"Penggambaran Menteri Dalam Negeri tentang demonstrasi yang sangat damai yang banyak dihadiri oleh keluarga, orang tua, dan orang-orang dari berbagai komunitas yang menuntut gencatan senjata sangat mengerikan, sebuah distorsi distopia dari kebenaran," kata Deshmukh.

"Setiap saat, setiap gangguan terhadap kebebasan berekspresi harus benar-benar diperlukan, proporsional, dan sesuai dengan hukum. Hal ini termasuk tidak membuat pernyataan yang menciptakan efek menakutkan dengan menghalangi orang untuk menggunakan hak fundamental mereka untuk melakukan protes damai.

"Kami mendesak polisi untuk tidak tunduk pada tekanan yang tidak sah dari Pemerintah dan mengizinkan masyarakat untuk secara damai mengekspresikan keprihatinan mereka terhadap krisis yang meningkat dengan cepat di Gaza dan Israel. Ini adalah tanda dari masyarakat yang bebas dan adil," ujarnya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement