REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD enggan menanggapi soal desakan agar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mundur dari jabatannya. Mahfud pun menyerahkan hal itu kepada Anwar karena terkait moralnya sebagai seorang hakim.
"Itu terserah dia. Itu sudah bukan urusan saya. Itu urusan moral dia," kata Mahfud usai menghadiri rakornas penyelenggara pemilu di Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terbukti bersalah melanggar kode etik dan perilaku hakim MK. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstutusi (MKMK) menjatuhkan pelanggaran berat untuk Anwar.
Hal itu disampaikan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam agenda putusan kode etik dan perilaku hakim MK pada Selasa (7/11/2023) petang. Penyampaian keputusan itu berdasarkan hasil tiga anggota MKMK, yakni Jimly bersama dengan Bintan R. Saragih dan Wahiduddin Adams.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam ruangan rapat, Selasa.
Dia menjelaskan, Anwar dinilai melanggar Sapta Karsa Hutama tentang prinsip ketidakberpikahan, prinsip integritas, kecakapan, independensi, dan kepantasan serta kesopanan. Putusan itu merupakan satu dari lima amar putusan yang disampaikan oleh Jimly.
"Kedua, menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi," ujar dia.
Sementara desakan agar Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya muncul dari berbagai pihak, salah satunya Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Mereka mendesak Anwar Usman untuk mengundurkan diri dari jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi demi menjaga marwah, martabat dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi serta mengembalikan kepercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Selain itu MHH PP Muhammadiyah menghormati putusan MKMK yang menjatuhkan sanksi teguran lisan terhadap sembilan orang anggota hakim konstitusi karena terbukti tidak dapat menjaga keterangan rahasia dari Rapat Permusyawaratan Hakim sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.
Namun dalam pernyataan sikapnya, MHH PP Muhammadiyah menyayangkan putusan MKMK yang hanya menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian dari Ketua MK.
"MHH PP Muhammadiyah menilai bahwa pelanggaran etik berat seharusnya dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat kepada Anwar Usman dari jabatan hakim konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," kata Ketua MHH PP Muhammadiyah Trisno Raharjo dalam keterangannya, Selasa (7/11/2023).