REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kendati hubungan diplomatik Indonesia-Israel tidak pernah mewujud, kedua negara ini ternyata memiliki hubungan dagang, pariwisata, dan keamanan.
Banyak hubungan ini tidak dipublikasikan secara terbuka untuk menghindari masalah dengan gerakan Islam yang gencar menyuarakan sikap anti-Zionis.
Sebuah artikel di laman the Diplomat, "The Quiet Growth in Indonesia-Israel Relations", mencatat hubungan dagang antara Indonesia dan Israel telah tumbuh dalam beberapa tahun terakhir.
Volume perdagangan antara Jakarta-Tel Aviv dilaporkan mencapai 400 juta-500 juta dolar AS, hampir 88 persen dari angka itu berupa ekspor Indonesia.
Komoditas ekspor Indonesia antara lain berupa kelapa sawit, mebel, dan teknologi pertanian, sementara Israel mengekspor produk teknologi tinggi.
Untuk memfasilitasi kemitraan, Kamar Dagang Indonesia-Israel dibentuk di Tel Aviv pada 2009. Organisasi ini merupakan anak perusahaan Kamar Dagang Israel-Asia yang bertujuan memperkuat kemitraan ekonomi kedua negara.
Sebuah artikel bertajuk "Indonesia's Two Faces on Israel-Palestina" di laman Middle East Eye, menambahkan, menurut Kementerian Perdagangan Indonesia, dalam lima tahun terakhir, total perdagangan kedua negara ini meningkat sebesar 18,01 persen. Kerja sama ini sering kali dilakukan diam-diam dengan melibatkan pihak ketiga atau negara lain, seperti Singapura dan Amerika.
Hubungan Indonesia-Israel juga meluas ke sektor pariwisata. Diperkirakan, sekitar 200 ribu wisatawan Indonesia mengunjungi Israel setiap tahun.
Kendati secara politik tegas, Indonesia tampaknya juga tak ingin melewatkan keuntungan dari potensi hubungan komersial dengan Israel. Pada 2000, kebijakan pembatasan kemitraan dagang perusahaan swasta Indonesia dengan Israel telah dicabut lewat Surat Keputusan Nomor 26/MPP/Kep/11/2000.