REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Keberadaan peternak ayam mandiri diperkirakan bakal semakin berkurang seiring bisnis ayam dalam negeri yang tidak menguntungkan. Peternak Pembudidaya Unggas Niaga (PPUN) menyampaikan, mereka peternak broiler mandiri bahkan telah mengalami kerugian empat tahun berturut.
“Kalau ini tidak dibenahi, tidak butuh waktu lama kita akan punah. Jangkan bertahan, kita mau berhenti tanpa tinggalkan utang saja sudah bagus,” kata Ketua PPUN, Wismarianto di Bogor, Rabu (8/11/2023).
Ia menjelaskan, kondisi usaha perunggasan para peternak mandiri khususnya ayam broiler kian lesu sejak tahun 2019. Di mana, harga jual ayam kerap lebih rendah dari biaya produksi yang harus dikeluarkan para peternak.
Kerugian secara empat tahun berturut-turut ini baru kali pertama terjadi dalam sejarah perunggasan nasional. Alhasil, sejak mengalami kelesuan, peternak yang tak punya modal kuat memilih untuk beralih profesi.
Ia bercerita, sejak dulu peternak mandiri terbiasa menggunakan sistem bayar menggunakan tempo satu bulan dalam membeli pakan hingga bibit. Lantaran harga jual yang tak pernah menguntungkan, alhasil utang semakin menggunung dan sulit diatasi.
Diketahui, rata-rata harga pakan unggas saat ini telah mencapai Rp 9.000 per kg atau naik 70 persen dalam beberapa bulan terakhir. Sebagai catatan, pakan berkontribusi sekitar 70 persen dari total biaya produksi.
Selain pakan, bibit ayam usia sehari atau day old chick (DOC) juga masih cukup mahal yakni sekitar Rp 7.000 per hari atau di atas acuan pemerintah Rp 5.500-Rp 6.500 per kg.
“Jadi kurang lebih ongkos produksi ayam di peternak bisa Rp 21.500 per kg, tapi harga ayam saat ini kurang lebih antara Rp 18 ribu-Rp 19 ribu per kg, jadi rugi sekitar Rp 2.500-Rp 3.000 per kg,” katanya.
Badan Pangan telah mengatur harga....