REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Seorang pejabat Hamas mengatakan tidak ada warga Palestina dan dwi-kenegaraan yang terluka dievakuasi dari Jalur Gaza ke Mesir lewat penyeberangan Rafah. Titik penyeberangan itu masih ditutup karena Israel menolak daftar korban luka yang akan dievakuasi.
Perang dimulai satu bulan yang lalu ketika gerakan Hamas menggelar serangan mendadak yang Israel klaim menewaskan 1.400 orang yang sebagian besar warga sipil. Israel mengatakan Hamas juga menyandera 239 orang.
Israel membalas serangan itu dengan menghujani Gaza yang dikuasai Hamas dengan serangan udara sebelum menggelar operasi serangan darat pada pekan lalu. Kementerian Kesehatan Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan serangan-serangan Israel telah menewaskan lebih dari 10.500 warga sipil.
Gerbang perbatasan Rafah yang menghubungkan Jalur Gaza dan Mesir dibuka kembali pada 1 November untuk mengevakuasi warga asing dan dwi-kenegaraan yang terjebak di kantong pemukiman Palestina. Kementerian Kesehatan Gaza dan Palang Merah Palestina mengatakan penyeberangan itu ditutup selama dua hari setelah serangan Israel mengenai ambulans yang sedang menuju berbatasan.
Israel mengatakan mereka mengincar ambulans yang digunakan "sel teroris Hamas."
Dikutip dari Barrons yang melansir kantor berita AFP, Kamis (9/11/2023) pada 8 November kemarin terlihat banyak orang berkumpul di titik penyeberangan Rafah. Mereka berharap dapat menyeberang ke Mesir.
Pemilik paspor Jerman, Mazen Danaf mengatakan situasi di Gaza "mengerikan." "Tidak ada listrik, air, bahan bakar, rumah sakit penuh," katanya.
Mesir mengatakan mereka telah membantu mengevakuasi sekitar 7.000 warga asing lewat perbatasan.