Kamis 09 Nov 2023 08:30 WIB

Rumah Sakit al-Quds di Gaza Berhenti Beroperasi

Saat ini RS al-Quds merawat 500 pasien dan 15 diantaranya di ICU.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
File - Keluarga Palestina yang meninggalkan rumah mereka berkumpul di lokasi rumah sakit Al-Quds, setelah serangan udara Israel di lingkungan Tel al-Hawa, di Kota Gaza, 30 Oktober 2023.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
File - Keluarga Palestina yang meninggalkan rumah mereka berkumpul di lokasi rumah sakit Al-Quds, setelah serangan udara Israel di lingkungan Tel al-Hawa, di Kota Gaza, 30 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Rumah sakit Al-Quds di Kota Gaza menghentikan "sebagian besar operasinya" setelah kehabisan bahan bakar dan pengeboman Israel setiap hari di sekitar kompleks rumah sakit. Rumah sakit yang terletak di Tal al-Hawa itu dikelola Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS).

PRCS mengatakan rumah sakit tersebut terpaksa menghentikan sebagian besar layanannya. "Untuk menjatah bahan bakar dan memastikan layanan tingkat dasar dalam beberapa hari ke depan," kata PRCS seperti dikutip dari Aljazirah, Kamis (9/11/2023).

Baca Juga

Rumah sakit itu mematikan generator utamanya dan kini hanya beroperasi dengan generator yang lebih kecil agar bisa memberikan layanan dasar dan listrik selama dua jam per hari untuk pasien dan 14 ribu orang yang terpaksa mengungsi ke sana. Bangsal operasi dan pabrik oksigen telah ditutup.

"Kami membicarakan peluru sekitar 15 meter dari gedung rumah sakit. Sebagian besar gedung di sekitar rumah sakit hampir hancur seluruhnya. Pengeboman semakin dekat ke rumah sakit, dan kami khawatir serangan langsung ke rumah sakit," kata juru bicara PRCS Nebal Farsakh.

Sebagian besar jalan menuju Rumah Sakit Al-Quds  ditutup, memaksa petugas medis dengan ambulans mengambil satu rute yang terjal dan tidak beraspal untuk menjangkau para korban.

"Kami memiliki sekitar 500 pasien di dalam rumah sakit. Kami memiliki 15 pasien di ICU. Mereka terluka dan menggunakan alat bantu pernapasan. Kami memiliki bayi yang baru lahir di inkubator. Kami memiliki 14.000 orang yang mengungsi, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak," kata Farsakh.

Ia mengatakan PRCS "kehabisan pilihan." Farsakh menambahkan selama dua pekan mereka berulang kali memperingatkan "pasokan bahan bakar akan habis jika pasukan pendudukan Israel terus menolak untuk mengizinkan bahan bakar masuk ke Jalur Gaza".

Israel memberlakukan pengepungan total terhadap Gaza dua hari setelah perang dimulai pada 7 Oktober, memperketat blokade yang sudah berlangsung sejak 2007 dan sangat membatasi masuknya bantuan, makanan, air, listrik dan bahan bakar.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 18 rumah sakit berhenti beroperasi sejak perang dimulai, baik karena kehabisan bahan bakar maupun akibat pengeboman.

Direktur layanan medis darurat di PRCS Bashar Murad yang bekerja di Rumah Sakit Al-Quds, menggambarkan situasi di fasilitas tersebut "sebagai yang paling dahsyat" dalam sejarah organisasi tersebut. "Pada Ahad, serangan udara Israel mengebom pintu masuk rumah sakit kami, mengakibatkan tewasnya empat orang di pintu masuk dan melukai 35 orang, 12 di antaranya berada di dalam rumah sakit," kata Murad.

Ia menambahkan setengah dari ambulansnya tidak dapat digunakan. Sementara gudang utama diserang dan hancur sebagian.

"Kami kehilangan semua obat-obatan dan peralatan di gudang yang bernilai sekitar 5 juta dolar AS," kata Murad, yang keluarganya telah mengungsi ke Khan Younis.

"Saya tetap tinggal di Gaza karena saya tidak bisa meninggalkan pekerjaan dalam situasi seperti ini," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement