REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Lodewijk F Paulus menghormati proses pemilihan Suhartoyo yang ditetapkan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan Anwar Usman. Harapannya, Suhartoyo dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai peraturan yang ada.
"Siapa yang sebagai diberi wewenang untuk memilih dan siapapun pimpinan dari MK ya kita harapkan bisa jadi benteng dari masalah hukum di Indonesia. Selama dia mengacu kepada UUD 1945 tentunya tidak ada masalah," ujar Lodewijk di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (9/11/2023).
"Apalagi kita akan menghadapi sengketa-sengketa yang terkait dengan pilpres dan pileg nanti. Kita harapkan dipilih orang-orang yang betul-betul bisa melaksanakan tugas-tugas yang dibebankannya kepadanya, itu aja yang kita harapkan," sambung Wakil Ketua DPR itu.
MK akhirnya memiliki ketua baru pascalengsernya Anwar Usman. Nama Suhartoyo terpilih sebagai ketua MK yang baru setelah melalui tahapan rapat pleno yang dilakukan secara tertutup di Gedung MK, Jakarta.
"Setelah selama bergilir sembilan orang memunculkan dua nama, satu karena yang lain tidak bersedia, nama yang muncul adalah Saldi Isra, dan Bapak Suhartoyo itu nama yang muncul," kata Wakil MK Saldi Isra di Gedung MK pada Kamis (9/11/2023).
Keputusan tersebut disepakati secara musyawarah mufakat oleh semua hakim konstitusi kecuali Anwar Usman yang memang tak berhak mengikuti pemilihan. Adapun, Saldi tetap pada jabatan semula sebagai Wakil Ketua MK.
"Mahkamah Konstitusi sepakat untuk Ketua MK yaitu Bapak Suhartoyo," ujar Saldi.
Diketahui, pemilihan ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentikan Anwar Usman dari kursi Ketua MK. MKMK menjatuhkan sanksi berat yaitu Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Ketua MK Anwar Usman.
Hanya saja, putusan ini melahirkan dissenting opinion (DO) atau pendapat berbeda karena MKMK hanya menyatakan PTDH terhadap status Anwar sebagai Ketua MK. Dengan demikian, Anwar hanya turun kasta menjadi hakim MK biasa berkat putusan MKMK.