REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analisis Channel News Asia (CNA) membandingkan aksi boikot produk pro-Israel yang dilakukan oleh Malaysia dan Indonesia, negara bertetangga yang sama-sama punya mayoritas penduduk Muslim. Aksi boikot sudah diserukan di hampir semua negara mayoritas muslim.
Seruan untuk meninggalkan produk-produk yang mayoritas dari barat itu sangat kuat di platform media sosial seperti X, TikTok, Instagram, dan Facebook. Namun, keberhasilan gerakan Boycott-Divestment-Sanctions (BDS) di kedua negara serumpun Indonesia dan Malaysia justru berbeda.
Seperti dikutip dari tulisan CNA, di Malaysia, aksi boikot ini benar-benar memiliki dampak yang luar biasa pada bisnis yang diduga berkaitan dengan Israel. Seperti di beberapa gerai McDonald's di Malaysia yang biasanya dipenuhi pengunjung, saat ini sudah sangatlah sepi.
Di beberapa gerai McDonald's di kawasan Lembah Klang - termasuk di Shah Alam - pada hari kerja menunjukkan jumlah pelanggan lebih sedikit dari biasanya. Perusahaan lain yang menghadapi seruan boikot termasuk Starbucks, Kentucky Fried Chicken (KFC), Pizza Hut, dan Burger King. Grab Malaysia juga menjadi sasaran boikot.
Hal ini terjadi setelah tangkapan layar dari beberapa Instagram Stories yang diposting oleh Ms Chloe Tong - istri CEO perusahaan ride-hailing Anthony Tan - beredar di platform media sosial.
Berbeda dengan Malaysia, di Indonesia, meskipun warganet telah mendorong boikot terhadap produk-produk yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang diduga pro-Israel. Namun, situasi di lapangan justru berbanding terbalik.
"Pada kenyataannya bisnis masih berjalan seperti biasa di beberapa gerai Starbucks dan McDonald's di Jakarta, seperti yang dilihat oleh CNA, dan seorang pakar mencatat bahwa gerakan BDS belum mendapat banyak perhatian di negara ini," katanya.
BDS adalah gerakan yang dipimpin Palestina yang berupaya menekan Israel agar mematuhi hukum internasional dengan mendorong boikot, divestasi, dan sanksi terhadap negara tersebut.
Negara-negara mayoritas Muslim, Malaysia dan Indonesia, di media sosial sangat vokal dalam mengecam Israel atas kekejaman di Gaza yang telah menyebabkan lebih dari 10 ribu orang – lebih dari 4.000 di antaranya adalah anak-anak – terbunuh sebagai pembalasan atas serangan lintas batas Pejuang Hamas pada 7 Oktober.
Boikot anti-Israel serupa juga terjadi di negara lain seperti Afrika Selatan dan Turki. Sementara itu, beberapa negara Amerika Selatan termasuk Bolivia dan Chile sudah memutuskan hubungan diplomatik mereka dengan Israel dan menarik duta besar mereka.
Ketua BDS Malaysia Dr Nazari Ismail mengatakan kepada CNA, gerakan BDS dilakukan agar bisa menghentikan dukungan internasional terhadap pelanggaran hukum internasional yang dilakukan Israel. Kampanye ini ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang bagaimana Israel menindas rakyat Palestina.
"Saat ini banyak konsumen Malaysia yang “muak dengan genosida” yang terjadi di Gaza. Beberapa perusahaan juga dianggap oleh konsumen terkait langsung atau tidak langsung dengan genosida," ujarnya.
Tak hanya itu, banyak konsumen percaya bahwa tanggung jawab tim manajemen perusahaan yang terkena dampak adalah menentukan tindakan yang dapat mengatasi tantangan ini.
Sebagai contoh...