REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karena tujuannya telah berubah, pondok-pondok pesantren yang telah berdiri kala itu segera diminta untuk mengirim lima santrinya untuk dijadikan laskar. Mereka akan dilatih terlebih dulu secara militer di Cibarusah, Bekasi, Jawa Barat.
Pelatihan laskar Hizbullah dipimpin oleh Kapten Yanagawa dengan dibantu 20 chudanco (komandan regu pasukan) PETA di sebuah lapangan seluas 20 hektare. Di tempat ini disediakan asrama, ruang kelas, hingga mushala.
Materi yang diajarkan adalah teknik bertiarap, merangkak, formasi bergerak satu per satu ke belakang, teknik mengintai, penggunaan sangkur, hingga serangan komando. Mereka juga mendapat pengajaran perakitan bom molotov dan bahan peledak lainnya, serta diperkenalkan tentang teknik perang gerilya.
Pelatihan militer bagi Laskar Hizbullah selesai pada 20 Mei 1945. Usai menjalani pelatihan, para peserta kembali ke kampung atau pesantren-pesantrennya masing-masing. Mereka diperintahkan untuk mencari, melatih, dan membentuk Laskar Hizbullah di daerahnya.
Adapun susunan pengurus pusat Laskar Hizbullah telah ditentukan dalam rapat pleno Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) pada Januari 1945. Pada rapat tersebut, diputuskan pimpinan pusat dari Barisan Hizbullah adalah KH. Zainul Arifin.
Terbentuk menjelang kemerdekaan, Laskar Hizbullah lebih banyak berhadapan dengan tentara sekutu setelah proklamasi. Mereka tersebar di wilayah seperti Surabaya, Jawa Timur, Semarang dan Ambarawa, Jawa Tengah dan Priangan Jawa Barat.
Namun, peristiwa yang paling hebat...