REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menilai tepat putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Sebab putusan tersebut sudah melewati mekanisme investigasi dalam membuktikan dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman.
"Yang penting sekarang adalah bagaimana MK membangun citra dan perbaiki kinerja. Serta integritas para hakim konstitusi yang dengannya masyarakat bisa memiliki kepercayaan yang lebih baik lagi," ujar Abdul Mu'ti di Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Putusan MKMK harus menjadi bahan evaluasi dan pelajaran bagi para hakim yang dikenal sebagai penjaga konstitusi. Tujuannya untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap lembaga yudikatif tersebut.
"MK kita harapkan menjadi mahkamah yang beberapa hal nanti akan terlibat dalam penyelesaian sengketa pemilu. Karena itu, maka bagaimana MK itu dapat memperbaiki dirinya meningkatkan kualitas kinerja dan integritas, para anggotanya menjadi kunci MK tetap mendapatkan kepercayaan dari masyarakat," ujar Abdul Mu'ti.
Diketahui, MKMK diketahui membacakan lima buah putusan amar. Putusan pertama yakni Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi, sebagaimana prinsip Sapta Karsa Hutama tentang prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan, independensi, dan kepantasan serta kesopanan.
Kedua, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Ketiga, memerintahkan Wakil Ketua MK untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan diucapkan memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru.
Keempat, Anwar Usman tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor berakhir. Kelima, Anwar Usman tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR DPD dan DPRD serta pemilihan gubernur, bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
Di akhir pembacaan putusan itu, ada dissenting opinion (DO) atau pendapat berbeda dari salah satu anggota MKMK lainnya, yakni Bintan R. Saragih. Bintan menyatakan DO atas putusan ini lantaran MKMK hanya menyatakan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap status Anwar sebagai Ketua MK. Dengan demikian, Anwar hanya turun kasta menjadi hakim MK biasa berkat putusan MKMK.