REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - - Menteri Dalam Negeri Inggris, Suella Braverman, meningkatkan perselisihan dengan kepolisian London mengenai penanganan demonstrasi besar-besaran pro-Palestina yang direncanakan pada Hari Gencatan Senjata pada Sabtu (11/10/2023) . Dia menuduh petugas mengambil sikap yang lebih lunak terhadap kelompok sayap kiri.
Braverman menyebut para demonstrans melakukan “pawai kebencian” dan “massa” yang mengancam komunitas Yahudi. "Saya tidak percaya bahwa unjuk rasa ini hanyalah seruan minta tolong untuk Gaza. Hal ini merupakan penegasan atas keutamaan kelompok tertentu, khususnya kelompok Islam, seperti yang biasa kita lihat di Irlandia Utara," tulis menteri yang membidangi kepolisian di The Times.
“Sayangnya, ada persepsi bahwa petugas polisi senior lebih difavoritkan jika menyangkut pengunjuk rasa,” tulisnya kontras dengan cara berbeda dalam menghadapi pengunjuk rasa anti-lockdown selama pandemi Covid-19 dan demonstrasi Black Lives Matters.
Kritikus dari partai lawan dan partainya sendiri Konservatif menuduhnya memicu perpecahan dan melemahkan polisi. Mereka juga mempertanyakan komitmennya terhadap kebebasan berpendapat setelah dia mempertanyakan mengapa beberapa pertemuan publik tidak boleh dilarang karena dianggap menyinggung.
Polisi telah memperkirakan akan terjadi unjuk rasa besar pada 11 November, bertepatan dengan hari peringatan berakhirnya Perang Dunia Pertama atau yang dikenal dengan sebutan hari Armistice (Gencatan Senjata). Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa pengunjuk rasa tandingan juga akan turun ke ibu kota, yang dapat menyebabkan kekerasan.
Kepala polisi London Mark Rowley mengatakan, bahwa larangan apa pun memerlukan informasi intelijen mengenai ancaman kekacauan serius. Dia melihat, sejauh ini ambang batas tersebut belum terlampaui.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak menggambarkan unjuk rasa yang direncanakan itu sebagai tindakan yang tidak sopan. Dia mengatakan akan meminta pertanggungjawaban Rowley bahwa acara peringatan tersebut dilindungi undang-undang.
Tapi Sunak mengatakan Inggris harus tetap setia pada prinsip-prinsip yang diperjuangkan selama dua perang dunia, termasuk hak untuk melakukan protes secara damai dan kebebasan berpendapat. “Bahkan jika kita tidak setuju dengan prinsip-prinsip tersebut," katanya.
Para pengunjuk rasa berkumpul di London setiap akhir pekan untuk menuntut penghentian serangan udara dan darat Israel terhadap Gaza yang dikuasai Hamas. Sekitar 100 ribu pengunjuk rasa menjadi yang terbesar yang dikerahkan sejauh ini.
Meskipun hanya ada sedikit kekerasan yang terlihat, spanduk-spanduk yang muncul untuk mendukung Palestina terlihat dan teriakan “Dari sungai hingga laut” terdengar. Selogan itu dipandang oleh banyak orang Yahudi sebagai antisemit dan menyerukan pemberantasan Israel.
Secara total sejak 7 Oktober, polisi mengatakan, mereka telah menangkap hampir 200 orang karena tindakan antisemitisme, Islamofobia, dan pelanggaran ketertiban umum seperti melepaskan kembang api ke arah petugas.
Braverman yang dipandang sebagai calon pemimpin Partai Konservatif di masa depan seringkali mengambil sikap yang lebih keras dibandingkan partainya secara keseluruhan dalam isu-isu seperti kejahatan dan imigrasi. Dia baru-baru ini menggambarkan menjadi tunawisma sebagai pilihan gaya hidup.
Seorang juru bicara Sunak mengatakan kantornya belum menyetujui pernyataan yang dirilis Braverman dan sedang mempelajari artikel tersebut dapat dipublikasikan. Meski dilangkahi, pemimpin Inggris tersebut menyatakan tetap percaya penuh pada Braverman.
Pemimpin oposisi Partai Buruh Keir Starmer mengatakan Sunak terlalu lemah untuk menantang bawahannya. Beberapa anggota parlemen Konservatif yang berhaluan tengah menyerukan pemecatan
Braverman yang berhaluan kanan.
Bahkan anggota Partai Konservatif yang berada di sayap kanan juga telah berusara agar Braverman lebih berhati-hati dengan bahasanya. Mereka mengatakan, bahwa rujukan ke Irlandia Utara akan mengasingkan mereka yang mengadakan demonstrasi hak-hak sipil dan demonstrasi pro-Loyalis pro-Inggris di masa lalu.