Jumat 10 Nov 2023 08:08 WIB

Mesir Tolak Mentah-Mentah Usulan AS untuk Kelola Keamanan di Jalur Gaza

AS meminta Mesir mengelola keamanan di Jalur Gaza

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dilaporkan telah menolak usulan Amerika Serikat (AS) agar negaranya mengelola keamanan di Jalur Gaza.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dilaporkan telah menolak usulan Amerika Serikat (AS) agar negaranya mengelola keamanan di Jalur Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dilaporkan telah menolak usulan Amerika Serikat (AS) agar negaranya mengelola keamanan di Jalur Gaza. Washington meminta Kairo melakukan tugas tersebut hingga Otoritas Palestina memerintah kembali di Gaza ketika Hamas telah dikalahkan Israel.

Kabar tentang penolakan Sisi atas usulan AS dipublikasikan Wall Street Journal (WSJ) dalam laporannya pada Kamis (9/11/2023). WSJ, mengutip beberapa sumber pejabat Mesir, mengungkapkan bahwa usulan tentang pengambilalihan tugas keamanan di Gaza oleh Mesir dibahas ketika Direktur CIA William Burn berkunjung ke Kairo awal pekan ini.

Baca Juga

“Presiden Mesir mengatakan pemerintahnya tidak akan berperan dalam menumpas Hamas karena mereka membutuhkan kelompok militan tersebut untuk membantu menjaga keamanan di perbatasan negaranya dengan Jalur Gaza,” kata para pejabat Mesir kepada WSJ.

Dalam sebuah wawancara dengan ABC News pada Senin (6/11/2023) lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengutarakan rencananya untuk mengontrol keamanan di Gaza setelah pertempuran dengan Hamas usai. “Saya pikir Israel, untuk jangka waktu yang tidak ditentukan, akan memikul tanggung jawab keamanan secara keseluruhan karena kita telah melihat apa yang terjadi jika kita tidak mempunyai tanggung jawab keamanan tersebut,” ucapnya.

Namun, gagasan Netanyahu ditolak AS. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, Israel tidak boleh menduduki kembali Gaza. “Gaza tidak bisa terus dipimpin oleh Hamas. Jelas juga bahwa Israel tidak bisa menduduki Gaza. Kenyataannya saat ini mungkin diperlukan masa transisi setelah konflik berakhir, tapi rakyat Palestina harus menjadi pusat pemerintahan di Gaza dan Tepi Barat,” ujar Blinken, Rabu (8/11/2023).

“Kami sangat jelas tidak ada pendudukan kembali (Gaza oleh Israel), sama seperti kami sangat jelas tidak akan melakukan perpindahan terhadap penduduk Palestina,” tambah Blinken. 

Saat ini pertempuran antara Israel dan Hamas masih berlangsung di Gaza. Tel Aviv telah menolak seruan internasional untuk memberlakukan gencatan senjata mengingat kian melonjaknya korban sipil di wilayah tersebut. Hingga Rabu kemarin, jumlah warga Gaza yang terbunuh sejak dimulainya agresi Israel pada 7 Oktober 2023 lalu telah melampaui 10.500 jiwa. Lebih dari 4.300 di dalamnya merupakan anak-anak. Sementara korban luka sudah menembus 26.400 orang.

Agresi Israel juga telah mengakibatkan sekitar 1,5 juta warga Gaza terlantar dan mengungsi. Krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk karena hanya sedikit konvoi bantuan kemanusiaan yang diizinkan melintas ke wilayah tersebut. Israel juga belum memperkenankan adanya pasokan bahan bakar ke Gaza. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement