REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Muda Pengawal Konstitusi (AMPK) mengadukan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) ke Dewan Etik MK pada Jumat (10/11/2023). Putusan yang dipersoalkan menyangkut pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua MK.
AMPK memprotes putusan nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang dibacakan pada 7 November 2023. Putusan itu menyebabkan kursi Ketua MK kini diduduki oleh Suhartoyo.
"Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tersebut, secara nyata telah melanggar dan bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," kata Koordinator AMPK, Rahmansyah kepada wartawan, Jumat (10/11/2023).
AMPK mencermati adanya tiga kesalahan pokok dari putusan MKMK tersebut. MKMK dipandang melanggar Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023. Kesalahan pertama, putusan MKMK dengan amar “Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK kepada Hakim Terlapor”.
"Maka untuk amar putusan sebagaimana tersebut nyatanya tidak diatur didalam ketentuan Pasal 41 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023," ujar Rahmansyah.
Kesalahan kedua menurut AMPK yaitu MKMK melalui ketuanya pada saat sebelum pembacaan putusan perkara No: 02/ MKMK/ L/11/ 2023 pada 7 November 2023, diketahui secara nyata telah terlebih dahulu membangun opini di masyarakat bahwa Anwar Usman bersalah.
"Adapun terhadap perbuatan MKMK tersebut tentu saja tidak dapat dibenarkan karena telah bertentangan dengan Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," ujar Rahmansyah.
Kesalahan ketiga versi AMPK ialah MKMK dalam menjatuhkan putusan perkara No: 02/ MKMK/ L/11/ 2023 pada 7 November 2023 patut diduga tidak bebas dan merdeka di dalam menjatuhkan putusannya. AMPK menduga putusan itu cenderung untuk mengikuti intervensi dari pihak lain. Salah satunya dengan menjadikan berita-berita di media sebagai pertimbangan dan bukti.
"Oleh karenanya kami membuat pengaduan ini, dan mohon kepada Dewan Etik
Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa pengaduan kami atas adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh MKMK," ujar Rahmansyah.
Diketahui, MKMK memberhentikan Anwar Usman dari kursi Ketua MK karena dijatuhi sanksi berat. Hanya saja, putusan ini melahirkan dissenting opinion (DO) atau pendapat berbeda karena MKMK hanya mengubah status Anwar dari Ketua MK menjadi hakim MK biasa. Dalam DO-nya, anggota MKMK Bintan Saragih meminta Anwar Usman disanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Sanksi berat terhadap Anwar menyusul deretan pelaporan terhadap MK akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.