Jumat 10 Nov 2023 17:15 WIB

Ekonomi Israel Babak Belur karena Perang

Perekonomian Israel bernilai hampir 500 miliar dolar AS.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Perekonomian Israel babak belur karena perang melawan Hamas di Gaza.
Foto: EPA-EFE/Paolo Aguilar
Perekonomian Israel babak belur karena perang melawan Hamas di Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perekonomian Israel babak belur karena perang melawan Hamas di Gaza. Derek-derek yang memenuhi cakrawala Tel Aviv terhenti selama berhari-hari setelah kota itu menutup lokasi pembangunan.

Namun pembangunan kembali dibuka di bawah pedoman keselamatan yang lebih ketat. Tetapi tidak adanya aktivitas di sektor ini telah merugikan perekonomian Israel sekitar 150 juta shekel 37 juta dolar AS per hari.

Baca Juga

“Hal ini bukan merupakan pukulan berat bagi kontraktor atau industrialis saja. Ini merupakan pukulan telak bagi setiap rumah tangga di Israel," ujar Presiden Asosiasi Pembangun Israel Raul Sarugo.

Perekonomian Israel bernilai hampir 500 miliar dolar AS. Perekonomian Israel menjadi salah satu yang paling maju di Timur Tengah dengan kekuatan teknologi dan pariwisata. Perekonomian Israel berada dalam kondisi sehat hampir sepanjang 2023. Pertumbuhan berada di jalur yang tepat untuk mencapai 3 persen tahun ini dengan tingkat pengangguran yang rendah.

Namun dengan kemungkinan terjadinya invasi darat ke Gaza dan ancaman perang yang akan berkembang menjadi konflik regional, Israel semakin mengurangi pengeluarannya untuk segala hal kecuali makanan. Lembaga pemeringkat telah memperingatkan bahwa mereka dapat menurunkan penilaian mereka terhadap kelayakan kredit negara apartheid tersebut.

Ratusan ribu tentara cadangan telah dipanggil, sehingga menyebabkan kesenjangan sumber daya manusia dan mengganggu rantai pasokan dari pelabuhan hingga supermarket. Sementara pengecer merumahkan karyawannya, dan nilai mata uang Israel merosot.

Perang juga menghentikan pergerakan ribuan pekerja Palestina dari Gaza ke Israel dan membatasi aliran dari Tepi Barat. Eskalator dan jalan setapak di pusat perbelanjaan utama Yerusalem kosong selama dua minggu pertama perang.

“Terjadi penurunan lalu lintas secara drastis,” kata Netanel Shraga, manajer toko pakaian olahraga Columbia.

Beberapa staf Shraga telah dipanggil untuk dinas militer, sementara karyawan lain terlalu takut untuk masuk kerja.

Hotel-hotel setengah terisi oleh pengungsi Israel dari daerah perbatasan, sisa kamar sebagian besar kosong. Pabrik-pabrik terus beroperasi, bahkan di dekat Gaza, tapi sopir truk tidak selalu cukup untuk melakukan pengiriman secara rutin.

Pembelian dengan kartu kredit turun 12 persen dalam sepekan terakhir dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dengan penurunan tajam di hampir semua kategori kecuali lonjakan belanja di supermarket.

Industri teknologi tinggi, yang berkembang selama pandemi Covid-19, dan sedang mengalami kesulitan. Industri teknologi tinggi biasanya menyumbang 18 persen dari PDB Israel dan setengah dari seluruh ekspor.

“Produktivitas turun secara signifikan, karena sulit untuk fokus pada pekerjaan sehari-hari ketika Anda memiliki kekhawatiran yang bersifat eksistensial,” kata Barak Klein, chief financial officer di perusahaan fintech ThetaRay.

Dua belas dari 80 karyawan ThetaRay yang berbasis di Israel direkrut menjadi tentara cadangan. Sementara karyawan masih merasa takut dengan serangan roket.

ThetaRay mendirikan pusat penitipan anak bagi karyawan yang perlu membawa anak-anak dan mengandalkan kantor mereka di luar negeri untuk mengambil sebagian beban kerja.

Diperkirakan 10-15 persen dari tenaga kerja teknologi tinggi telah dipanggil sebagai tentara cadangan.

“Kami telah berhubungan dengan ratusan perusahaan teknologi, terutama perusahaan-perusahaan yang masih dalam tahap awal,” ujar CEO Otoritas Inovasi Israel yang didanai negara, Dror Bin.

Bin menambahkan, banyak di antara mereka yang sedang menjalani putaran pendanaan dan kehabisan uang. Otoritas Inovasi Israel menyiapkan dana sebesar 100 juta shekel (25 juta dolar AS) untuk membantu 100 startup teknologi mengatasi krisis ini.

Pemerintah telah berjanji tidak ada batasan dalam pengeluaran untuk membiayai perang dan memberikan kompensasi kepada rumah tangga dan dunia usaha yang terkena dampaknya. Dengan demikian, Israel mengalami defisit anggaran lebih besar dan utang lebih banyak.

Konflik di masa lalu mungkin bukan panduan yang baik dalam menentukan arah perekonomian. Produk domestik bruto turun sebesar 0,5 persen dalam perang 34 hari dengan kelompok Hizbullah Lebanon yang didukung Iran pada 2006 ketika ekspor turun dan manufaktur melambat, namun pemulihan terjadi dengan cepat.

Perang kali ini berbeda....

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement