REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di balik menurunnya volume transaksi aset kripto di Indonesia, para investor menunjukkan optimisme terhadap pasar dengan melakukan menahan aset atau sering disebut hodl (hold on for dear life) terhadap aset kripto yang mereka miliki.
Crypto Analyst Reku Fahmi Almuttaqin mengatakan, peningkatan preferensi investor untuk menahan aset kripto mereka (hodl) selain disebabkan oleh faktor harga yang sedang menghijau dan semakin meningkatnya nilai kelangkaan beberapa aset kripto khususnya bitcoin (BTC) dan ethereum (ETH).
Saat ini, lebih dari 93 persen bitcoin telah ditambang. Kemudian jumlah Ethereum yang biasanya selalu naik, kini mengalami penurunan imbas transisi Ethereum ke sistem konsensus PoS.
"Meningkatnya nilai kelangkaan pada BTC dan ETH membuat investor lebih memilih untuk menyimpan aset kripto yang mereka miliki. Fenomena tersebut sebenarnya justru menunjukkan optimisme dan kepercayaan diri para investor, yang dapat menjadi modal penting bagi pasar kripto untuk menjalani fase bullish berikutnya," ungkap Fahmi menjelaskan melalui keterangan tulis, Jumat (10/11/2023).
Pada pekan ini, pasar kemungkinan akan mulai berspekulasi terhadap keputusan ETF Bitcoin Spot yang diajukan oleh Franklin dan Hashdex yang batas waktu pertamanya akan terjadi pada 17 November atau akhir pekan depan.
Selain itu, 21 November juga merupakan batas waktu kedua untuk ETF Bitcoin Spot yang diajukan oleh Global X yang sekaligus menjadi batas waktu (deadline) persetujuan terakhir untuk ETF Bitcoin Spot pada 2023 ini.
"Meskipun keputusan terhadap pengajuan ETF tersebut masih belum dapat dipastikan, optimisme yang sempat berkembang imbas kemenangan Grayscale GBTC dan terdaftarnya Blackrock iShare di depositori NASDAQ, memperbesar optimisme terhadap ETF yang dapat berpotensi menyebabkan pasar kripto terapresiasi," kata Fahmi.