REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akademisi dan peneliti ekonomi dari FEB Universitas Indonesia (UI) Yusuf Wibisono mengatakan, boikot produk Israel terbenarkan karena lebih tujuh dekade Israel secara konsisten menunjukkan kejahatan dan kebijakan apartheidnya atas Palestina.
Banjir kecaman dan kutukan masyarakat dunia tidak merubah sedikitpun kebijakan dan sikap Israel dalam penjajahannya atas Palestina. Boikot bertujuan memberi tekanan kepada Israel agar menghentikan pendudukannya atas wilayah Palestina, memberi hak-hak warga Palestina secara penuh dan mengizinkan pengungsi Palestina untuk kembali ke Tanah Air mereka.
Karena itu tidak heran jika boikot sebagai gerakan non-kekerasan yang merupakan ekspresi perlawanan atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel telah menjadi fenomena global. Gerakan ini pun tidak hanya terjadi di Indonesia saja.
"Pengaruh boikot ke Israel akan banyak ditentukan oleh keputusan konsumen untuk berpartisipasi dalam gerakan boikot. Semakin banyak konsumen yang berpartisipasi, bahkan menjadi gerakan global, akan semakin besar pengaruh gerakan boikot," ujar Yusuf kepada Republika, Ahad (12/11/2023).
Ia menjelaskan, partisipasi konsumen dalam gerakan boikot ditentukan dua hal utama. Pertama adalah persepsi publik akan probabilitas keberhasilan boikot. Kedua adalah biaya yang konsumen tanggung akibat boikot. Namun, mekanisme boikot adalah dilema yang dialami negara atau perusahaan terkait penurunan kinerja ekonomi dan finansial akibat boikot.