REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada Sabtu (11/11/2023) menunjukkan kekhawatiran mengenai penerbangan gabungan pesawat pengebom Cina dan Rusia baru-baru ini dekat perairan Jepang, memberi peringatan bahwa negaranya menghadapi lingkungan keamanan paling berat dan kompleks di masa pasca perang.
"Upaya untuk mengubah status quo secara sepihak di sekitar negara kami mulai meningkat," ujar Kishida dalam pidato di Pangkalan Udara Iruma Angkatan Udara Bela Diri (ASDF) di Prefektur Saitama dekat Tokyo, seraya menambahkan bahwa diperlukan pengerahan rudal jarak jauh yang “cepat” untuk meningkatkan pertahanan.
Dalam kejadian terakhir pada Juni, empat pesawat pengebom Cina dan Rusia terbang bersama di atas perairan dekat Jepang, memicu ASDF menerbangkan jet tempur mereka. Pesawat tempur Jepang juga menanggapi pesawat pengebom yang lewat pada November tahun lalu.
Meskipun tidak ada pelanggaran wilayah udara Jepang, Kementerian Pertahanan mengatakan keprihatinan besar atas Cina dan Rusia melalui jalur diplomatik, memandang aksi tersebut sebagai unjuk kekuatan.
Kishida juga menekankan keputusan Jepang untuk memperbarui dokumen pertahanan utamanya tahun lalu dan menuntut kemampuan “serangan balik”, atau kemampuan untuk menyerang pangkalan musuh jika diperlukan. Langkah ini merupakan perubahan kebijakan besar di bawah Konstitusi Jepang yang menolak perang.
Perdana Menteri juga berjanji untuk mendapatkan pendanaan yang dibutuhkan untuk membangun pertahanan negara di tengah ancaman keamanan, termasuk ancaman rudal dan nuklir Korea Utara.