REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perlawanan Hamas terhadap zionis Israel pada 7 Oktober 2023 lalu mengingatkan semangat Pembebasan Shalahuddin , tokoh kelahiran Tikrit, Irak atas Yerusalem mengakhiri pembantaian 70 ribu warga Yerusalem.
Yerusalem, menurut Karen Armstrong dalam Perang Suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, sebelum kedatangan tentara Salib, umat tiga agama hidup dengan harmonis selama 460 tahun di kota suci Yerusalem.
Tentara Salib tiba di kota ini pada Juli 1099, kemudian melakukan pembantaian puluhan ribu umat Muslim dan Yahudi. Peristiwa itu mengubah lanskap hubungan ketiga agama besar ini secara signifikan.
Detik-detik kemenangan Shalahuddin al- Ayyubi dan bala tentaranya merebut kembali Masjid Al-Aqsa terekam dengan baik dalam sejarah.
Setelah hampir 90 tahun, kiblat pertama umat Islam itu, berada di bawah cengkeraman Tentara Salib. Pada 2 Oktober 1187 M/27 Rajab 582 H di malam Isra, Kota Yerusalem berhasil direbut Shalahuddin. Semua bersujud syukur, termasuk pimpinan tertinggi Dinasti Ayyubiyah tersebut. Kerinduan akan al- Aqsha pun terobati.
Semua berbondong-bondong menuju masjid kebanggaan umat Islam tersebut untuk menyiapkannya sebagai tempat sholat. Masjid itu dibersihkan dari simbol-simbol kekufuran.
Baca juga: Mengapa Malaikat Jibril Disebut Ruh Kudus dalam Alquran?
Selama berada di kuasai Tentara Salib, Al-Aqsa dijadikan sebagai istana dan pusat komando perang. Patung salib tegak berdiri di tiap sudut al- Aqsha.
Belum lagi, puluhan babi yang dipelihara di lingkungan Al-Aqsa. Kumandangkan iqamat, titah Shalahuddin.
Sholat yang pertama kali dilaksanakan di Al-Aqsa setelah 90 tahun tak terjamah azan dan lantanunan ayat suci Alquran, adalah sholat Jumat.